Tangkuban Perahu dan Cihampelas, The Untold Story

Jika Anda punya waktu luang, bolehlah sesekali berkunjung ke Lembang. Selain sejuknya udara dan hijaunya tepian jalan, kawasan yang berjarak sekitar 30 KM dari utara Bandung ini siap mencuci mata Anda dengan wisata alam yang eksotis. Ada Tangkuban Perahu disana. Gunung yang berada pada ketinggian 2.084 meter ini menjadi tujuan wisata menarik di Jabar.

Mengunjungi Tangkuban Perahu berarti telah menikmati wisata alam, wisata legenda, juga wisata belanja. Karena di kawasan ini banyak berjajar para pedagang yang menjual berbagai macam sovenir dan makanan. Anda juga bisa berjalan-jalan dengan menunggangi kuda sewaan di bibir kawah gunung, yang semuanya akan menambah kepuasaan Anda berwisata. Tak lupa mengabadikan kunjungan dengan berpose seindah mungkin di berbagai sudut lokasi wisata ini: birunya langit, kawah putih, sewaan kuda, pepohonan kering, deretan pedagang, kesenian angklung, juga gunung-gunung.

width=300Sejarah Tangkuban Perahu sendiri tak lepas dari cerita Parahyangan yang masyhur dengan Sangkuriang. Gunung yang tampak seperti perahu terbalik konon adalah perahu buatan Sangkuriang yang ia tendang sendiri dengan penuh amarah. Sangkuriang marah lantaran Dayang Sumbi, calon istri yang meminta persyaratan dibuatkan bendungan beserta perahu dalam semalam, ketahuan telah menipunya dengan membuat fajar datang lebih cepat. Cara Dayang Sumbi mempercepat terbitnya fajar adalah dengan berdoa agar ayam jantan berkokok lebih cepat dari biasanya. Upaya ini terpaksa ia lakukan agar keinginan Sangkuriang untuk menikahinya tidak sampai terjadi. Karena sejatinya Dayang Sumbi tak lain adalah ibu dari Sangkuriang sendiri.

Sebagaimana urban legend atau kisah-kisah lokal pada umumnya, sejarah Gunung Tangkuban Perahu ini tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Pelaku sejarah, yakni Sangkuriang dan Dewi Sumbi, yang saat kejadian menenggelamkan diri hingga kini tidak ditemukan jejaknya.

Meski begitu, benar atau tidaknya sejarah asal mula Tangkuban Perahu tak menyurutkan wisawatan untuk mengunjunginya. Setiap acara-acara yang menghadirkan tamu dari luar Bandung hampir selalu menambahkan agendanya untuk mencicipi wisata elok nan eksotik di kawasan Lembang. Seperti halnya agenda kawan-kawan Komunitas Masyarakat Lumpur di acara Jambore Sastra 2012, pekan lalu. Gara-gara ngebet untuk kesana,      Damae sampai tak kuasa menolaknya saat diminta menemani. Itung-itung belajar jadi tewe.     Ehm.

Travel Asyik     Komunitas Masyarakat Lumpur bersama Damae

Kisaran jam 8 pagi, hampir semua peserta sudah rapi dengan kaos putih berpadu biru muda yang disiapkan panitia. Setelah menyantap sarapan pagi dengan menu nasi goreng     kwetiau di bibir hotel dan secangkir teh serta kopi hangat yang dinikmati bersama camilan pisang goreng, semua bersiap berangkat dengan sebuah bus pariwisata.

Di dalam bus, sembari menikmati snack yang dibagikan oleh panitia, sebagian peserta menghabiskan perjalanan dengan berceloteh dan bertukar pengalaman, ada yang meneruskan tidur semalam yang belum sempurna, ada pula yang menatap luar jendela dalam diam. Sesekali ada yang bertanya ini itu perihal Tangkuban Perahu. Ada pula yang asyik bermain gadget dan menarikan jemari. Saya sendiri tak banyak bersuara, sesekali tertawa dan larut dalam guyonan      Komunitas Masyarakat Lumpur.

Sebelum kawah putih dan bau belerang tercium, bus terpaksa berhenti di tempat parkir yang ditemui setelah pintu masuk area ini. Lantaran sempit dan tikungan tajam di kaki gunung tampak bahaya jika harus dilalui. Untuk mencapainya, telah disediakan mobil Elf dengan tiket warna putih untuk berangkat dan warna biru muda untuk pulang, sekali jalan dihargai 2500. Tak terlalu mahal, kawan. Terlebih, sepanjang perjalanan ini, Anda akan disuguhi hamparan hijau kebun teh dan pohon pinus serta berpetak-petak sawah yang menyejukkan. Di kaki gunung     juga terdapat Kawah Ratu, Upas, Domas, Baru, Badak, Jurian, Siluman, dan Pangguyungan Badak. Kawah sisa letusan gunung yang masih aktif itu sudah dijadikan tempat wisata, meski ada beberapa kawah yang mengeluarkan belerang, bahkan terlarang untuk dikunjungi lantaran asapnya beracun. Alangkah baiknya jika Anda berkunjung tidak lupa membawa masker penutup hidung.

Cihampeulas, Potret Wisata Belanja Kota Kembang

width=224Usai beristirahat dan makan siang di Saung Pengkolan Lembang, seluruh peserta meneruskan perjalanan wisata belanja ke Cihampelas. Menyebut Cihampelas, agaknya ingatan saya tak sekedar tertuju pada sentra perdagangan jeans yang sebelumnya berada di kawasan Pajajaran, melainkan sebuah potret pergeseran fungsi ruang sosial yang berada di luar rancangan institusi formal (pemerintah).

Betapa tidak, kawasan yang dirancang oleh pemerintah kolonial sebagai hunian, kini beralih fungsi menjadi kawasan perdagangan berjargon Wisata Belanja. Jargon ini melahirkan makna Cihampelas lebih dari sekedar tempat berbelanja, tapi juga membangun sugesti bahwa Cihampelas adalah Bandung itu sendiri, seperti halnya Jogjakarta adalah Malioboro. Kawasan perdagangan ini bisa Anda temui dari Cihampelas atas di Utara (Pertigaan Jl. Cihampelas dan Jl. Siliwangi) hingga Cihampelas bawah di Selatan (simpang di bawah Jembatan Layang Pasupati). Mulai deretan outlet, mall, travel, hotel, toko cindera mata dan oleh-oleh, kafe, rumah makan, hingga para pedagang kaki lima, warung rokok, tukang jahit, sampai parkir. Maka tak heran jika Cihampelas juga menjadi sumber lapangan kerja bagi penduduk di sekitranya. Meski dengan konsekuensi keramaian jalan selebar delapanbelas meter ini selalu didera kemacetan, lantaran kurangnya tempat parkir dan dikuasainya trotoar oleh para pedagang kaki lima. Tertutupnya drainase juga membuat air hujan selalu tumpah ke jalan dan menimbulkan banjir.

Kaos Bandung Diserbu

width=300Kisaran satu jam perjalanan Lembang-Cihampelas, peserta langsung menyerbu para penjaja kaos Bandung yang membuka lapak di sepanjang jalan. Saya yang semula hanya berniat menemani, akhirnya ikut turun tangan dalam tawar-menawar. Memang, belanja di Cihampelas serasa kurang lengkap tanpa membeli kaos beraneka desain tentang Bandung.

Ya, seperti kaos cindera mata yang banyak dijajakan pedagang kaki lima di Malioboro. Tentu kaos ini bertemakan segala ihwal tentang Bandung. Mulai desain tiruan tokoh revolusi yang diganti wajah            œSi Cepot            , Gedung Sate, petunjuk jalan kawasan Dago, mobil Volkswagen dengan teks            œBandung Paris Van Java            , hingga alat kesenian Jawa Barat seperti Angklung. Harga yang ditawarkan pun bervariasi, mulai 15 ribu hingga 25 ribu per kaos, tergantung ukuran dan jenis bahan. Kaos-kaos Bandung ini seolah menjadi bukti potensi ekonomi bagi warga sekitar, yang pasti memberi celah untuk mengikis pengangguran meski hanya bermodal secuil kekreativan.

Begitu ceritanya kawan. Cukup melelahkan perjalanannya, namun respon kawan-kawan sangat menggembirakan. Saat diminta komentar tentang wisata Bandung si B bilang: Bandung orangnya cantik-cantik.          Dasar cowo, diminta nikmati wisata malah liatin Dewi Sumbi yang ini. Nah loh.. he he he..     (just kidding)

***

Leave a Reply

6 Replies to “Tangkuban Perahu dan Cihampelas, The Untold Story”

  1. pingin banget merasakan kesejukan kota kembang. masihkah sesejuk tahun 80-an ketika kaki saya pertama kali menginjaknya? hmm … postingan yang damae banget gitu loh!

    1. sekarang mah dah bejubel, pak dhe. sesak dengan hiruk pikuknya. kapan pak dhe mau berkunjung nih? hehe.. makasih pak dhe.

Leave a Reply to dloen Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *