Apa pun Tantangannya, yang Penting Ngeblog!

Sempat pesimis dan menundukkan kepala saat melihat ketentuan “My 2nd GiveAway”. Bukan karena terlalu berat (atau memberatkan), tapi karena saya terlambat mendapat informasi. Ya, kesempatan untuk bisa berpartisipasi tinggal 1 hari lagi: HARI INI.

Beruntung mata ini menemukan kata kunci dari permintaan shohibul kontes, Mbak Ika Koentjoro, di semak-semak peta situs blog sederhana ini. “Peserta menceritakan pengalamannya agar tetap eksis ngeblog ditengah padatnya rutinitas harian”, begitu bunyi perintahnya.

Maka sepemahaman saya, point terpenting yang harus didaftarkan dalam giveaway ini adalah “bagaimana saya bisa tetap ngeblog disela kesibukan sehari-hari?”.

Banner2ndgiveaway

Pertanyaan ini mengingatkan saya pada episode 4 tahun silam: episode blogger santri. Ketika saya masih tinggal di pesantren, sekolah di lingkungan pesantren, berkarya dan mengabdi untuk pesantren, bahkan seluruh waktu saya selama 3 tahun itu hanya berkutat di pesantren.

Lalu, bagaimana caranya saya bisa melakukan aktivitas blogging di dalam pesantren? Padahal secara kasat mata, pesantren itu agak sensi kalau bicara teknologi. Belum lagi padatnya jadwal dan ketatnya peraturan, beeeuuuh… ini tiada duanya, sob!

Jelas banyak sekali aral melintang. Tapi justru semua itu menjadi hal yang menantang untuk ditaklukkan. Nah, apa saja tantangannya? Yuk, kita simak, sob.

Waktu

Jika saya uraikan, rutinitas siswa SMA  yang juga berstatus santri ini kurang lebih begini, sob.

Waktu

Kegiatan

02.00-04.00 Antri Mandi & Wudhu
04.00-05.00 Solat Shubuh & Wirid
05.00-06.00 Pengajian Al Qur’an
06.00-06.30 Antri Sarapan
06.30-07.00 Pengajian Jalalain
07.00-12.00 Sekolah
12.00-12.30 Antri Wudhu & Solat Dhuhur
12.30-13.00 Antri Makan siang
13.00-13.30 Istirahat (bisa dipakai nyuci, beberes kamar, dll)
13.30-15.00 Kegiatan Spesifikasi (Ekstrakurikuler)
15.00-15.30 Antri Wudhu & Sholat Ashar
15.30-17.00 Pengajian Sore (atau jadwal lain)
17.00-17.30 Antri Makan Sore
17.30-18.00 Antri Wudhu (ini antrian paling panjang)
18.00-18.30 Solat Maghrib
18.30-19.30 Pengajian Kelas
19.30-20.00 Antri Wudhu
20.00-21.00 Solat Isya & Wirid
21.00-22.00 Pengajian Sentral
22.00-02.00 Tidur (lampu dimatikan pada pk. 23.00)

Bagaimana? Keren sekali, bukan? Tidak ada celah sedikit pun untuk bersantai atau sekedar tidur siang. Bahkan untuk belajar dan mengerjakan tugas saja harus mencuri-curi waktu. Misal, sambil menunggu imam solat datang atau sambil menunggu pengajian dimulai. Itu pun terbatas sekali, tidak akan lebih dari 30 menit. Jika menunggu semua kegiatan selesai, hanya tersisa 1 jam sebelum lampu dimatikan dari pusat kantor pondok. Satu jam pun belum tentu efektif karena tubuh sudah sangat lelah dan mata sudah sangat ngantuk.

Maka, solusi yang paling maknyus adalah kabur ke laboratium komputer setelah semua kegiatan selesai (jam 10 malam). Disanalah saya dan teman-teman dari komunitas Sandal Selen (nama komunitas blogger santri) beraksi. Kebetulan lampu lab tidak pernah dimatikan dan posisinya pun di atas asrama putri.

Kesempatan emas ini dimanfaatkan hingga jam 1 malam. Per jamnya harus membayar tiga ribu perak. Dulu uang segitu sangat berharga, setara 2 kupon makan atau 2 bungkus nasi rames. Tapi demi bisa ngeblog, apa pun rela saya lakukan.

Sayangnya itu hanya terjadi di tahun pertama. Tahun kedua dan ketiga, lab-nya pindah ke gedung sekolah baru yang letaknya jauh dari asrama. Apa daya, saya putar otak dan putar otak lagi. Tak ada solusi lain selain harus ngeblog di siang hari. Maka saya selalu memanfaatkan waktu disela-sela sekolah. Kadang bolos, kadang memakai jam makan siang, kadang juga kabur dari jam pengajian sore.

Namun cara itu menimbulkan banyak masalah. Saya sering dihukum guru, dihukum pengurus, juga sering jatuh sakit karena telat makan. Untungnya saya tidak kapok. Terlebih saat dipercaya menjadi pemimpin redaksi lembaga informasi sekolah. Kegigihan saya kian menjadi. Saat itu pula saya tekadkan: apa pun yang terjadi, saya tetap harus ngeblog!

– Koneksi

Sudah saya singgung sedikit, bahwa pesantren agak sensi kalau bicara soal teknologi. Tak terkecuali pesantren tempat saya menimba ilmu itu. Dulu jamannya Facebook baru meluncur, hampir semua santri kecanduan. Maklum, santri tidak pernah bersentuhan dengan internet, jadi sekalinya tahu bahwa Facebook itu menyenangkan ya jelas saja langsung jadi primadona.

Dasar pesantren, merambahnya Facebook ini menjadi kambing hitam dari beragam persoalan yang muncul kemudian. Santri banyak bolos sekolah dan mengaji karena ke warnet. Santri banyak menunggak pembayaran SPP karena uang dipakai ke warnet. Santri sering kabur dari pondok hanya demi mencari warnet di luar. Dan, segala persoalan lain.

Maka, dengan sangat mengejutkan, semua warnet ditutup dan semua koneksi internet diputus oleh pengurus pusat. “Internet Dilarang Masuk Pesantren”, tulisan ini terpajang di tiap sudut warnet pesantren. Jedddeeeer!!!

Bak disambar petir, itulah kiamat kubro untuk para blogger santri. Termasuk saya. Ya, apa jadinya blogger tanpa koneksi internet. Mustahil, bukan? Lebih dari 3 bulan aktivitas perbloggeran lumpuh total.

Beruntung saya diback-up oleh seorang volunteer yang juga pendiri lembaga informasi sekolah. Tawar menawarnya jelas: internet mati, berarti website sekolah juga mati. Akhirnya sekolah kembali membuka jalan koneksi setelah berdebat panjang dengan pihak pesantren. Hal ini juga menjadi pembuka jalan untuk warnet di sekolah lain, termasuk warnet pesantren yang akhirnya mencabut larangan internet.

Haha.. Lucu sekali kalau mengingat masa-masa itu. Betapa lugunya manusia-manusia pesantren dalam memperdebatkan sebuah hal bernama internet. Tidak bisa sepenuhnya disalahkan, memang. Karena semua yang dilakukan mereka semata demi kebaikan santri dan kelangsungan hidup pesantren, meski ada kesalahan persepsi.

Soal koneksi sudah clear, bukan berarti bisa leluasa ngeblog, sob. Karena tidak selamanya koneksi berjalan mulus, terlebih warnet ini dipakai ribuan santri. Antrinya minta ampun.

Siasat yang saya terapkan kemudian adalah menyiapkan tulisan atau bahan ngeblog terlebih dahulu. Jadi kalau di warnet sudah tidak bengong dan tidak bingung, alias langsung posting dan blogwalking. Kadang juga bahan sudah saya ketik di komputer laboratorium yang tidak dipakai untuk warnet. Meski cara terakhir ini perlu perjuangan tingkat dewa untuk melobi penjaganya.

Dimusuhi

Menjadi blogger santri bukan hanya dihadang sempitnya waktu dan dipersulit oleh koneksi. Tapi hal yang lebih ekstrim justru tak ada kaitannya dengan kedua hal itu. Yakni permusuhan.

Permusuhan dengan siapa? Apa penyebabnya?

  • Pemusuhan dengan sesama teman

Padatnya rutinitas menjadikan waktu untuk berinteraksi dengan teman hanya ketika senggang. Sementara untuk saya, waktu senggang adalah waktu paling mujarab untuk ngeblog. Jadilah saya dimusuhi, dijauhi, disindir, dibenci, sampai-sampai setahun pertama saya tidak punya teman sama sekali, karena saya hampir tidak punya waktu untuk berkumpul atau sekedar makan bersama teman-teman. Miris sekali, bukan?

  • Permusuhan dengan pengurus pesantren

Tragedi “Internet Dilarang Masuk Pesantren” yang kemudian didobrak oleh pengelola website sekolah (dibawah kepemimpinan saya), membuat pengurus benci setengah mati sama saya. Meski itu tidak pernah terucap, tapi tidak adanya tegur sapa dan seringnya dijatuhi hukuman menjadi bukti otentik, sob. Terlebih saat saya sering pulang jam 3 pagi dari laboratorium atau studio radio (saat itu saya juga menjadi penyiar). Beuuh.. Itu mah pasti langsung disidang!

  • Permusuhan dengan guru sekolah

Aktivitas saya di dunia maya seringkali disiriki oleh guru-guru yang semula sangat sayang dan perhatian pada prestasi saya. Bukan apa-apa, sob. Hanya karena nilai saya jeblog saat ulangan harian, biasanya 100 turun jadi 70. Itu bikin mereka keki dan sering menasihati saya untuk fokus sekolah saja. Dasarnya saya suka membangkang, jadilah mereka kesal. Meski tidak sampai menganggap musuh sih, sob. Saya juga yakin, mereka bersikap begitu karena saking cintanya mereka sama saya. Hehe..

Nah, ketiga permusuhan inilah yang membuat saya hampir hengkang dari aktivitas di dumay. Tapi ternyata Allah berkehendak lain. Tidak pernah sepatah kata pun saya berbalik memaki atau membenci mereka semua. Hanya saja, saya punya tekad untuk membayar semua itu dengan prestasi. Ya, hanya dengan prestasi.

Dan, Alhamdulillah, semua itu terbayar lunas sebelum saya meninggalkan pesantren. Apakah prestasi itu? Silakan lihat disini, sob.

Itulah sekelumit perjuangan saya menjadi seorang blogger di tengah riuh dunia pesantren.

Bagaimana dengan sekarang? Sederhana, sob. Saya menjadikan puisi sebagai senjata ampuh posting tiap hari. Selain memang cinta puisi, hal ini saya anggap paling praktis. Bukankah ngeblog tidak harus selalu artikel panjang dan bagus? Sekadar puisi 4 baris, sebuah Spot Foto, atau bahkan share artikel website lain (asal menyantumkan sumber) pun tak masalah.

Lebih mudah dari itu, blogwalking bisa jadi alternatif pembuang kesuntukan dan kemalasan ngeblog. So, kata Jokowi (dan alm. Gus Dur), gitu aja kok repot!

Have a Nice Blogging, :)

*Petikan kisah memoar blogger santri dapat disimak disini.

“Cerita ini diikutsertakan dalam 2nd Give Away Ikakoentjoro’s Blog”

Leave a Reply

8 Replies to “Apa pun Tantangannya, yang Penting Ngeblog!”

  1. kalau prioritasku no.1, ngaji, lalu ngabdi, baru cari2 ilmu/pengalaman tambahan, termasuk salah satunya ngeblog disela2 waktu kewajiban utama dan jadwal yang gak netep :)

    mantep dah! ini baru namanya santri kece, ihihihi

  2. Susah ya jadi santri. andai saya alami tentu sudah minggat kemana pergi..

    btw, templatenya bagus. biar rame tapi tetep terlihat lembut.

    ahahahh.. kau memang tidak bakat jd santri.
    makasi, selembut yg punya, hihihi

  3. suka duka seorang netter hingga menjadi blogger emang banyak liku-likunya ya mbak. Macam saya dulu harus mancal sepeda 25 km buat mencari warnet yang bertarif murah. Alhamdulillah sekarang justru 24 jam internet selalu ada dalam kehidupan saya #eh enggak 24 jam ding, kalau PLN pas padam hehehe

    sukses GA-nya mbak.. saya jagokan artikel ini jawara

    aamiin, makasih uncle lozzz…
    hehe.. kalo dirumah juga harus jalan 5km buat dapet warnet. itu pun lap lep. tp ya justru semua itu yg bikin ngeblog makin nikmat, :)

  4. Aku dulu juga nyantri tapi zamanku internet belum sesemarak sekarang….dan memang pemakaian internet dibatasi, wajar aja sih menurutku. Meski dampak positif internet itu banyak tapi yang negatifnya juga ada kan? Itu mungkin yg jadi pertimbangan pihak pesantren.
    Goodluck buat GAnya ya..

    bisa jadi memang begitu. tapi kalo ada cara bijak untuk memanfaatkan, knp harus dilarang? hehehe

    makasi kunjungannya.. :)

  5. Wah seru ya, apalagi pas head to head sama pihak yayasan, perlu nyali yang besar. :)

    ya begitlah kira2, mbak.. semua butuh perjuangan. :)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *