Dua Kehilangan

kakekMalam ini tepat 100 hari kakek meninggal. Selayang kabar dari Jawa, di rumah bekas kakek menghembuskan napas terakhir; rumah budhe, sedang diadakan Tahlilan & Yasinan bersama warga sekitar. Terdengar lengkingan bacaan tahlil, sesekali turun, mendayu, dan sayu; dari telepon genggam yang diloudspeak. MeskiĀ  hanya sepotong, sudah cukup membuat hati ini basah. Bahkan lebih basah dari tanah yang baru saja ditangisi langit.

Sejenak memejam mata. Mengambil napas. Mengurai perjumpaan terakhir dengan kakek, setahun lalu. Masih jelas terlihat bulir peluh di antara kerutan pipi kakek, pertanda kakek sudah lelah. Lelah dengan sakit yang bertahun-tahun diderita: penyakit gula & luka gatal yang terus menggrogoti bahunya; tapi tak kunjung sembuh.

Kala itu, kakek sudah kesulitan berjalan. Segala aktivitas dilakukannya di atas tempat tidur, sebuah dipan tua beralas satu kasur. Dipan yang, menjadi saksi bisu keluhnya. Dipan yang, mengamini tiap do’anya. Dipan yang, pertama mendengar sakit yang tak pernah dirasa anak-anaknya. Dipan yang, menemani ia bermimpi, makan, buang hajat, berceloteh, juga solat.

Dipan itu pula yang, menyaksikan ia berjuang melafalkan syahadat terakhir; menyaksikan malaikat mencabut nyawanya; menyaksikan ruhnya kembali pada Sang Pemilik Kehidupan.

“Kakek do’akan, kamu jadi anak pintar, sukses, nurut sama orang tua. Do’akan kakek juga, agar semua sakit ini segera disudahi.”, ucap kakek terbata-bata sesaat sebelum aku pergi dari dipannya, setahun lalu itu.

Rasanya, moment itu belumlah lama. Aku masih terus dan terus mengenang saat-saat kakek berkunjung ke rumah dengan tongkatnya. Saat-saat aku mencari obat nyamuk meski semua warung sudah tutup, jika kakek menginap. Saat-saat kakek kesal kalau acara TV kesayangannya dipindah channel. Saat-saat membuatkan kopi manis yang pasti kukurangi takaran gulanya. Saat-saat.. Ah.. Saat-saat yang tak mungkin terulang.

Maka bisa dibayangkan betapa hancurnya hati ini ketika mendengar, kakek sudah menuntaskan kelelahannya. Terlebih, aku tak berkesempatan untuk menyaksikan kerut wajahnya kali terakhir. Sungguh, sesak sekali dada ini.

faridBelumlah genap seratus hari kakek pergi, kabar duka kembali menyelimuti. Anak manis yang paling kece sedunia, anak gembul yang paling aktif sedunia, anak nakal yang paling menggemaskan sedunia, anak yang tak pernah sakit, anak yang beratnya 40kg pada usia 4th, anak yang…semua gayanya itu lucu dan mengundang tawa, anak dari kakak yang meski bukan kandung tapi sudah lebih dari kandung, tiba-tiba meninggal dunia pada usia 5th.

Ini hari ke-5 kepulangannya. Suasana duka masih bersemayam jauh di lubuk hati. Setiap melihat fotonya yang kusimpan di dalam mushaf; entah mengapa foto itu tersimpan di mushaf sejak 3 tahun lalu, pasti langsung blank dan blank.

Yang berputar di kepala hanyalah slide-slide video narsisnya saat mandi. Video yang membuatnya tak perlu dipaksa untuk melepas baju dan mandi sendiri, karena memang dia suka sekali beraksi di depan kamera. Wajahnya, rambutnya, lekuk perutnya, besar kakinya, gembul tangannya, dan.. Hidung khas Purbalinggaan. Semua masih lekat kuingat.

Tak seorang pun mengira kalau sakit paru-paru dan demam berdarahnya selama 4 hari, menjadi penyebab utama kepergiannya. Shock? Pasti. Terlebih jauhnya jarak membuatku tak berdaya untuk sekadar menyeka air mata ibunya. Sekali lagi, sungguh.. Dada ini sesak sekali.

Sob, jika detik ini masih punya kakek, ortu, adik, keponakan, sepupu, atau siapa pun orang yang menyayangi sobat, kumohon muliakan mereka selagi sobat bisa. Karena kita tidak pernah tahu kapan ajal menjemput: diri sendiri, juga mereka. Tapi setidaktahunya kita, tetap kita yakini bahwa ada satu kepastian yang paling pasti: bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati.

*Selamat jalan kakek, selamat jalan adik manis… Semoga Allah memberi tempat terindah disisi-Nya. Sungguh, ini dua kehilangan yang teramat menyesakkan.

Wallohu’alam..

Leave a Reply

14 Replies to “Dua Kehilangan”

  1. ikhlaskanlah, dan buatlah kebaikan untuk membahagiakannya di alam sana.
    allah maha pengasih, juga penyayang :)

    iya, memang tidak ada cara terbaik selain mengikhlaskan. makasih, sufyan.. aku senang kamu berkunjung, :)

  2. Semoga mbak Damae dan keluarga selalu diberikan kekuatan, ketabahan.
    Ikut berduka cita sedalam2nya, dan semoga mereka ditempatkan disisi-Nya, amin.
    salam dari Malang

    aamiin.. matur suwun pak, semoga pak misbach juga senantiasa dalam rahmat-Nya.
    salam hangat dari bandung, :)

  3. Yah, begitulah hidup. Ada yg datang ada yg pergi, waktu hanyalah sang khaliq yang tahu. Mudah mudahan kita selalu dikaruniai keihlasan dalam menjalani hidup.

    betul sekali, mas Edi.. aamiin.. matur suwun sudah berkunjung, :)

  4. Kangen mereka pastinya ya, MBa. Semoga Kaken dan adik diberi tempat terindah olehNya. Yang tegar ya, Jeng. . . :)

    aamiin.. makasih mak Idah yg paling cantik se-warung blogger, heheh..

  5. turut berduka yaa.. buat kakek dan anak gembul yg lucu itu..
    aku jadi ingat kekekku yang meninggal tgl 2000 lalu :(
    semoga amal ibadah mereka diterima Allah dan diampuni dosa2nya aamiin

Leave a Reply to Nurul NOE Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *