Empat musim sudah berlalu
Bukan, kuhitung dua kali lipatnya
Daun-daun jatuh hingga tumbuh lagi dan lagi
Bunga-bunga mekar, layu, beku, hingga kini membuka kuncupnya, sekali lagi
Tanah ini berongga, meronta, basah, hingga tak mampu menampung air langit, berkali-kali
Begitu pun burung dan kupu, silih berganti datang dan pergi
Hingga entah keturunan ke berapa hari ini
Kukira salju pun banyak kali menutup jalan
Jalan yang dulu tak bisa kulewati lepas dari jam 10 malam,
kini justru tak pernah ada detik terlewat tanpa deru mesin terdengar
Tak ubahnya gubug tua di tepi pematang desa
Gubug yang menjadi saksi kenakalan, keluguan, juga keriangan gadis mungil ini
Gubug yang kian lapuk, mungkin juga bersarang makhluk tak kasat mata
Gubug yang setidaknya menyimpan memori bahagia dari sebuah keluarga
Semua telah berubah
Yang tersisa dimana kuberdiri saat ini hanyalah, perubahan
Kecuali langit, mentari, senja, dan hati ini
Kemana pun aku pergi
Kemana pun aku coba lari
Hatiku terperangkap disini
puisinya cakep, seperti yang bikin puisi ini.
kenapa mae ? kangen kampung halaman ?
Heuheu.. makasih, mas. :)
gpp, entah ini kangennya ke siapa #aciecie.. :D