Wajah Ori nan Alami

The Old Photo

Masih
Masih original wajah Damae. Itu bukan sedang makan microfon tapi sedang baca Ikrar TK dg lantang.

Ini foto saya 14 tahun silam. Diambil saat acara perpisahan Taman Kanak-Kanak (TK). Masih lekat dalam memori, betapa lantang suara saya membaca Ikrar TK sebanyak 5 butir, hingga mencuri perhatian para hadirin. Namun saat point ketiga tertukar dengan keempat, sontak seluruh teman, guru, tamu undangan, dan wali murid tertawa bersama. Dan saya tetap melanjutkan membaca tanpa merasa malu apalagi salah tingkah. Meski setelahnya langsung turun panggung dan mengulum wajah. Ya, itu salah satu polah saya saat berusia 6 tahun.

The New Photo

"Cantiknya
Cantiknya alami kata ayah, ^_^

Nah, ini dia wajah baru saya. Baru diambil setahun lalu, saat usia saya masih 19 tahun. Tampak beda? Memang. Saya saja agak tidak percaya. ^_^

Tapi tenang, ini asli kok. Foto diambil saat pemilihan Putri Jurnalistik 2012 di kampus tercinta. Kata sebagian orang, wajah ini mirip ibu. Tapi bagi saya, justru persis ayah. Nah, lho.

—-

Special for Bunda Yati

Membaca nama Yati Rachmat, sejatinya ketidaksengajaan. Saat blogwalking minggu kemarin, saya menjumpai sebuah postingan teman yang sedang diikutkan GA. Berderet pujian untuk pemilik akun Goodcrab itu tertulis rapi diantara the old and new photos. Siapa sebenarnya orang ini? Batin saya. Sembari mengurai penasaran, saya klik link yang tertera di bawah banner GA.

Dan, profil singkat bunda Yati, sapaan akrabnya, membuat saya tergugah.

Perempuan biasa yang selalu ingin tampil penuh percaya diri. Berusaha sekuat mungkin untuk tetap bisa menyirami dan disirami dengan kasih sayang dan cinta. Mencoba menulis – karena menulis itu kunci untuk pencerahan otak dan peningkatan kepercayaan diri yang hakiki.

Amazing! Tiga kalimat di atas cukup menjadi bukti betapa semangatnya amat membara. Betapa ia tak mau berhenti belajar. Betapa ia ingin selalu menebar manfaat. Betapa ia bertekad turut mencetak sejarah lewat tulisan-. Betapa ia berjuang untuk menjadi matahari, berbagi apa pun yang ia mampu untuk mencerahkan orang lain.

Bila ia seorang generasi muda, barangkali itu biasa. Tapi untuk seorang ibu berkepala tujuh yang masih gesit mengoprek teknologi (ngeblog)? Saya harus bilang WOW untuk hal ini. Dosen saya yang masih muda dan gaul saja jarang sekali yang mau ngeblog. Ah, tak perlu jauh, mahasiswa pun hanya hitungan jari. Termasuk saya yang dibuat malu sekaligus iri akan eksistensi bunda Yati. It’s extra ordinary, bunda!

Sekarang saya baru ingat, ternyata diam-diam dulu sering menikmati tulisan inspiratif ala bunda Yati tapi tak pernah meninggalkan jejak di kotak komentar. Thanks berat, bunda.

src=http://1.bp.blogspot.com/-bpRGULSZl44/UTtQhep63xI/AAAAAAAAB8Q/WU4lgjEsbJw/s1600/banner+baru+dari+pakdge.jpg

Foto dan tulisan diikut-sertakan pada GiveAway – Pertamaku untuk Ultah Blog MISCELLANEOUS

œCerita tentang Jogja: Indonesia, Ada Apa Dengan Si Kaya & Miskin?

src=http://begawanariyanta.files.wordpress.com/2013/01/bigbanner-giveaway_ctj.png?w=640Kira-kira mentari dua penggal naik, belum tepat pukul 10 pagi. Saya dan Lubil masih memacu adrenalin untuk pasang mata dan telinga, menelisik setiap gang dan jalan raya Malioboro. Ya, kini giliran Malioboro yang diobok-obok oleh ketiga kelompok SOP ini. Jika melirik lagi list hunting tourist, Malioboro menjadi tempat terakhir yang mendapat porsi dua hari.

Hunting tourist, menurut foreigners, sedikit terdengar aneh. Makna yang ditangkap mereka bukanlah mencari turis untuk diajak conversation, melainkan ‘berburu turis untuk ditembak’. Sempat tertawa geli mendengar penuturan kesalahpahaman mereka. Namun tawa itu berubah menjadi haru lantaran kesabaran mereka memahami speaking anak-anak macam saya ini, demi bisa menyelaraskan komunikasi dengan mereka.

œIf you know more about English, you can speak English, it means that you can know all about world. Because English is International Language demikian tutur salah seorang turis asal Amerika. Mereka tampak bangga karena bahasa mereka di pelajari oleh seluruh penjuru dunia.

Setelah lama berkeliling, bahkan salah masuk gang ke area losmen yang tak seharusnya saya masuki, saya dan Lubil berhasil menggaet seorang cowok tinggi keren. Dengan ransel yang tingginya hampir sama dengan saya waktu itu, agaknya ia backpacker ulung yang sengaja berpetualang ke negeri ini. Sepatu sport dan kacamata hitam serta celana pendek selutut yang dipadukan dengan kaos abu bertuliskan ‘England’ menambah aura ‘cool’ yang menyihir dua bola mata ini mendekatinya. Dia baru saja turun dari travel di seberang jalan tempat saya berdiri. Menguntungkan, sepertinya. Tapi lebih tepatnya menantang, karena saya harus siap speak-speak bahasa Inggris dalam rangka tugas SOP.

Hello.. morning boy!

Assalamualaikum, ya.ukhti!

Hei! Are you moeslim?

Yes, Iam Moeslim

Alhamdulillah, Waalaikum salam. I am glad to meet you

Yes, you are my sister because every moeslim as like as family, right?

You are right. By the way, what is your name?

I am Sajid Malik. The full name is Muhamad Sajid Malik. And you?

You can call me Damai. In English is peace. Do you know peace?

Ah yes. That is a beautiful name.

Thanks. So do you. Where did you come, brada?

I came from England. Yea I just arrived from Jakarta and now I will look for a hotel. Aha! I have a map, could you tell me where are we now?

Aha! We are here now (looking the map)

O Can you help me to look for the hotel?

Ok. How much the payment do you want?

40 rupiahs per one night. Is there?

I am not sure. Because may be that is cheapest here

But, we can try first, right

Yes, of course. Lets go! (while walking)

By the way, what are you doing here?

I am following School Outing Programme here. I have to practice my English to the foreigner, and today my schedule is in Malioboro area. And you?

Othats great. I am just travelling

Is this the first time for you to came to Indonesia?

Yes, this is the first time. Any way, your English is very good. How long you learning English?

Just two years. Yeah.. because now I am second grader of Senior High School. And how about you? Are you still student?

Oh Its good. I just graduated. So that I spend my holiday here.

Why you choose Indonesia to spent your holiday?

Because I love Indonesia, and Indonesia is the big moeslim country, right.

Setelah bincang-bincang cukup lama, diketahui Mr. Sajid ternyata seorang mualaf. Dia bertanya hal yang cukup membuat saya ingin nyungsepin kepala, karena tak tahu harus menjawab apa.

Di Indonesia berjuta-juta mobil pribadi sampai bikin macet Jakarta, tapi di tepi jalan banyak sekali perkampungan kumuh, rumah-rumah kardus, pengemis di tepi lampu merah, dan ribuan anak jalanan? Apakah yang membedakan si kaya dengan si miskin? Kenapa hal ini bisa terjadi?.

Saya mantuk-mantuk tanda paham akan pertanyaannya.  Dating yang harusnya menyenangkan ini berubah 180 haluan. Panik, kikuk,  atau apalah saya kemudian. Karena jujur saja, saya masih cupu untuk memahami persoalan tersebut. Konteksnya tak sekedar si miskin dan si kaya, tapi sudah menyangkut kehidupan bernegara, analisa sekilas waktu itu.

Beruntung waktu yang disediakan  untuk hunting bule menipis, tandanya saya harus segera berpisah. Sangat menyelamatkan muka, hehe Maklumlah, sebagai muslim saya tahu sendiri. Bisa saja saya memberi jawaban Si kaya itu belum dapat hidayah. Ehm.. Hidayah tu urusannya spirit, sedang si bule tu pasti butuh jawaban-jawaban empiris lagi logis. Atau secara tolol bisa dijawab Oo.. itu tergantung pribadinya masing-masing. Hihihi Emang Mister sedang pelajaran diskusi di kelas.

Yang menyusahkan karena dia mulaf. Bisa jadi masuknya dia sebagai muslim belum begitu bulat, masih cari-cari kebenaran. Kalau dengan orang muslim dia gagal menemukan jawaban, tak mustahil dia mencari ke agama lain. Naudzubillah.

œArtikel ini diikutsertakan dalam Giveaway Cerita tentang Jogja

Giveaway #1 Me and Jogja : Kelu di Selasar Malioboro

selasarIni foto 4 tahun lalu, sob. Mungkin sekilas dilihat foto ini kurang mudah ditebak, dimana letak tepatnya. Tapi disudut kiri belakang ada buletan warna-warni mengeliling tulisan Losmen Bu Purwo.  Jika itu saya sebut clue, bisakah sobat menebak dimana tempat saya berdiri dalam foto itu?

Yupz. Tepat sekali, sob. Losmen Bu Purwo merupakan salah satu losmen yang tak asing di beberapa gang sekitar Malioboro, Jogjakarta. Menyambangi Malioboro memang bukan pertama, tapi menjadi guide dan hunting tourist di salah satu pusat wisata Jogja ini benar-benar perdana.

Foto ini diambil salah satu kawan yang berprofesi sama, saya lupa namanya. Mencuri senggang ditengah kewajibansrc=http://3.bp.blogspot.com/-bIam55qg-Y8/UR8fQJnLObI/AAAAAAAABq4/6BnED8G2Lzw/s1600/giveaway+%231.jpg memang asik, setidaknya itu yang saya rasa kala berlagak narsis pascaguiding. Senyum letih dalam foto itu, sejatinya menyimpan segudang tanya. Jika saya tidak salah ingat, foto itu diambil setelah saya selesai mengantar turis asal Inggris ke salah satu losmen di area gang itu. Dia mualaf, fresh graduate dari salah satu universitas ternama di Inggris. Bukan itu yang saya persoalkan. Melainkan sebuah tanya yang hingga kini belum saya dapat jawaban tepatnya. Mengapa banyak pengguna mobil mewah di jalanan, tapi banyak juga peminta-minta di tepi jalan? Ada apa dengan Indonesia?, itu dia pertanyaannya.

Sembari tersenyum polos, lidah saya kelu. Beruntung losmen yang ia cari itu persis dihadapan saya ketika dia bertanya. Jadilah kami berpisah tanpa sebaris jawaban. Hingga kini, dia masih asik berkelana dan sesekali menyapa via dunia maya. Unforgattable. :)

Review Blog: Sembilan Jam Didera Kemacetan Selomerta-Yogyakarta, Unforgattable!

Hutang tulisan ternyata tidak menyenangkan, :)

Baru tadi pagi saya posting untuk mengikuti GA Bibi Titi Teliti, GA perdana yang cukup menggelitik hati. Tapi ternyata membuat penyelenggara GA lain iri, hingga beberapa menit lalu menagih tulisan yang saya janjikan. Ya, saya kadung janji untuk mengikuti GA-nya: Idah Ceris.

Pertama mendengar nama itu memang agak aneh. Saya tak tahu persis bagaimana riwayat penamaan, makna, hingga alasan pemilihan nama Idah Ceris. Whatever, nama itu gampang diingat, meski bagi saya agak susah dilafalkan. *piss

Jadilah saya langsung mengoprek blog cantik miliknya yang baru dirilis. Dari dua kategori yang disediakan: Kisah Pandangan Pertama atau Review Postingan Idah Ceris, saya pilih kategori kedua.

Bukan karena saya tak suka bermain diksi dalam sastra, tapi agaknya poin kedua memaksa saya untuk lebih dekat dengan Mbak Idah, begitu sapaan akrabnya. Betapa tidak, dengan memilih review, otomatis saya harus mengubek-ubek semua postingannya, membaca satu persatu, dan memilih postingan yang dirasa paling tepat untuk direview. Setelah ber-kukuriling (keliling), jatuhlah pilihan saya pada postingan: 9 Jam Menuju Jogjakarta.

Dalam tulisan yang hanya berisi 7 paragraf itu, Mbak Idah mengisahkan perjalanannya menuju kota budaya Yogyakarta di penghujung sekaligus awal tahun. Mengesankan, baginya. Lantaran moment spesial itu membuat perjalanan macet di beberapa titik, bahkan ruas jalan Selomerta yang dulu lengang dan kerap dipilih sebagai jalur alternatif pun kebagian macet malam itu.

Apa mau dikata, kenikmatan perjalanan Banjarnegara-Wonosobo yang lancar harus diganggu oleh perjalanan Wonosobo-Yogyakarta yang macet total. Bahkan memakan waktu 6 jam lebih lama dari biasanya (3 jam), menjadi 9 jam perjalanan via travel.

Di sepanjang ruas kemacetan, ada hal yang membuat Mbak Idah tercenung juga tersenyum. Tercenung lantaran ada beberapa penumpang yang meminta turun, padahal posisi travel ditengah hutan. Beberapa penumpang lain berbisik dan menimbang: mau ikut turun atau bertahan dalam kemacetan. Untunglah Mbak Idah berpikir logis, Turun ditengah hutan tidak akan menyelesaikan masalah, terkecuali kita semua mempunyai sayap untuk terbang menuju Jogja. Jika Mbak idah tidak lapang dada, saya tidak yakin dia akan selamat di Jogja. :P *piss

Hingga hawa sumringah menyapa raut Mbak Idah saat travel menapaki tanda-tanda kota Jogja. Senyumnya kian melebar, saat bertemu dengan Tante NuNu, Sahabat Blogger dan Penghuni Jogja lainnya. Terlebih, Mbak Idah masih sempat berbagi sepenggal moment tahun barunya di kota antik itu lewat blog biru cantik miliknya.

Sayangnya, barangkali postingan itu akan lebih cantik jika judulnya diperjelas menjadi Sembilan Jam Didera Kemacetan Selomerta-Yogyakarta, Unforgattable!. Pun akan lebih jelas pemaparan kisah itu jika dilengkapi usut mengapa & untuk apa pergi ke Jogja. Lebih baik lagi jika ditulis sesuai EYD dan sistematika yang benar.

Overall, kisah Mbak Idah mengingatkan saya ketika tersesat di Cihampeulas jam 9 malam. Dalam moment yang sama. Satu pesan terindah dibait terakhir pada postingan Mbak Idah, Tetap semangat, Teruslah berbagi dan Salam Senyuum Cethar Membahana. . . ^_*

Selamat tahun baru juga, sobat Garuda. :)

Review dari http://idahceris.wordpress.com/2013/01/01/9-jam-menuju-jogjakarta/

Give

Balon Give Away Langkah Catatanku

    œSenyum Bersama Langkah Catatanku    