Metamorfosa Si Mawar Putih, dari Tinta menjadi Pena

Andai bisa, ingin rasanya saya perpanjang sore ini hingga 5 jam lagi. Bukan karena tak ingin menyegerakan solat maghrib yang 30 menit lagi akan segera dilaksanakan. Bukan pula karena indahnya senja hari ini jauh lebih mempesona dari hari kemarin. Tanpa mendung dan hujan, mentari seolah enggan kembali ke peraduan. Siluet mega merah begitu menawan di ufuk barat. Burung Alap-Alap (begitu orang Jawa menyebut burung yang pulang berbanjar menjelang adzan maghrib berkumandang) pun menghias cantiknya angkasa senja ini, melambai sampai jumpa seraya pulang ke sarang. Sayang, pengandaian itu hanya sebuah kemustahilan. Bukankah sangat tidak mungkin senja bisa berlangsung selama 5 jam? Ah, Damae. Ada-ada saja. Continue reading “Metamorfosa Si Mawar Putih, dari Tinta menjadi Pena”