Prosa Kontra: Enggan

Sudah seminggu terakhir aku enggan ke kampus, enggan belajar, enggan bertemu teman-teman, enggan menulis, enggan memenuhi jadwal yang sudah tersusun rapi, enggan makan, enggan tersenyum, enggan mandi, enggan tidur, bahkan enggan keluar kamar.

Dunia seolah enggan menyapaku lagi. Ah, bukan. Yang benar itu, aku seolah enggan menyapa dunia lagi. Enggan membalas senyum mentari, enggan menyapa ramah rembulan. Enggan menghitung lagi bintang-bintang. Enggan bercengkrama dengan angin, juga enggan melukis awan. Enggan bermanja dengan senja, bahkan sangat enggan mengantar mentari kembali ke peraduannya. Enggan, aku enggan sekali.

***

Sore ini, kubulatkan tekad tuk menghirup udara luar. Cukup, pengap ini membelenggu dan menjenuhkan auraku. Kuberanikan melangkahkan kaki, mengganti derap kaki kanan dengan kiri. Sembari menebar senyum pada ilalang yang bergoyang. Kutatap lamat-lamat langit sore yang tak lagi panas, juga untung tak mendung. Meski kurang tepat kubilang cerah, setidaknya panorama awan berarak yang tak terbaca bentuknya itu mampu menghibur diri.

Jalanan cukup lengang. Meski pasti harus antri sepanjang lampu merah menyala, tampaknya bukan hambatan menyebalkan untuk pengguna motor sepertiku. Karena celah untuk bisa sampai di deret antrian terdepan tetap bisa kubuka. Asik. Berkelok anggun dengan Beat kesayangan, menikmati sisa kesejukan disela pikuk jalanan. Sesekali menyelip. Sesekali juga harus rela terbatuk saat kepulan asap hitam bus kota persis di depan kedua lubang hidung.

***

Sejenak lupa dengan sederet ‘enggan’ lalu. Rasanya air mataku terlalu berharga jika menetes karenanya. Hidupku terlalu indah jika harus hancur oleh dia. Waktuku terlalu mahal jika terampas sia-sia, hanya untuk memikirnya. Sadarlah duhai hati, dia tak pantas dicintai. Hatiku terlalu cantik tuk menyayangi. Kasihku terlalu istimewa jika dipaksakan untuk makhluk sepertinya. Lapangkan saja dada ini seluas-luasnya lapang, biarkan sakit hati ini pergi. Biarkan jiwa tenang kembali.

Yakinlah, semua yang terjadi hanyalah petikan warna-warni kehidupan. Dan semua pasti akan indah pada waktunya.

Huhf…

Leave a Reply

2 Replies to “Prosa Kontra: Enggan”

    1. iya, teteh.. nuhuuun,,,
      amiin, semoga damae makin tegar menghadapi setiap liku kehidupan. :)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *