Giveaway 2 “Pernah Dengar ‘Pesantren’?”

Sementara giveaway perdana masih berjalan sengit, saya nekat membuat lanjutan giveaway yang (lagi-lagi) tanpa persiapan apa pun. Bermodal kiriman dari para dermawan di seluruh penjuru bumi, saya persembahkan 3 hadiah spesial ini untuk Anda yang mau bergabung dalam giveaway 2 “Pernah dengar kata ‘Pesantren’?”.

*Jika Anda belum tahu giveaway perdana saya, silahkan klik disini

Apa hadiah spesialnya?

bukuga2

Buku “Hawa” karya Elissa Elliot, kiriman dari Mbak Aptiani (sahabat, kakak, partner, dan juga saingan terberat saya saat ujian Toefl 3 tahun lalu *curhat *peace)

Buku “Vaksinasi” karya Ummu Salamah, kiriman dari Mas Eswahyudi (sahabat blogger yang sedang bahagia dengan keluarga barunya *acieee)

Buku “Blog Mini Penghasilan Maksimal” karya Abdul Kholik, kiriman Pakdhe Kholik (senior blogger yang super pinter tur baguer *bageur = baik -Sunda)

Update Hadiah:

1. Gratis 1 domain .web.id + hosting 2GB IIX (tahun pertama) + pre instaled toko online siap pakai
2. Gratis 1 domain .web.id + hosting 1GB IIX  (tahun pertama)
2. Gratis 1 domain .web.id + hosting 500MB IIX  (tahun pertama)

Nah, bagaimana caranya bergabung?

Syarat & Ketentuan:

  1. Peserta terbuka untuk umum (untuk peserta dari luar Indonesia, usahakan ada alamat di Indonesia untuk pengiriman hadiah jika menang)
  2. Gratis dan bebas pajak *tsaah

Prosedur:

  1. Peserta menjawab pertanyaan “Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata ‘pesantren’?”
  2. Jawaban ditulis di kotak komentar BLOG, bukan kotak komentar FB. Sekali lagi, bukan kotak komentar FB. Hal ini semata agar saya mudah memoderasi jawaban yang masuk. Sertakan nama lengkap dan sosmed (FB/Twitter).
  3. Jawaban minimal 13 kata, maksimal 3 paragraf. *agak maksa

Deadline:

Giveaway ini berlangsung pada 20-3 April 2014

Nah! Gampang, kan? Hayuk ah, deuuuuurrrr!!!

NB: Soal hadiah, jangan dilihat berapa besarnya! Tapi lihat betapa indah wujud cinta kasih manusia untuk saling berbagi, ^_^ *tsaaah *plak *teuteup sok imut.

**Hadiah masih bisa bertambah seiring penambahan donasi (doakan saya berhasil meraih ‘tangan di atas’ ya, sob :) )

Leave a Reply

36 Replies to “Giveaway 2 “Pernah Dengar ‘Pesantren’?””

  1. Assalamualaikum wr wb..

    Saya tidak pernah menjadi santri di pondok pesantren. Namun saat ini saya menjadi salah satu pengajar di sekolah di bawah naungan pondok pesantren. Meskipun pondok pesantren di mana saya bekerja ini populer dengan embel-embel “modern”, tetap saja di benak saya, sebuah pondok pesantren adalah tempat dimana para santri berkumpul untuk belajar ilmu agama. Jadi apapun bentuknya, baik itu pesantren modern maupun salaf, tujuan utama dari pendidikan di pesantren adalah untuk lebih mendalami ilmu agama Islam.
    Itulah tadi pikiran yang terlintas di benak saya sebagai orang yang masih awam dengan dunia pesantren. Semoga berkenan. Terima kasih mbak Damai.. :)

    1. mak,, nama lengkap dan socmednya ketinggalan
      nama: utari evy cahyani
      twitter: @utaricahyani

  2. saat mendengar kata pesantren, yang ada di benak saya adalah jalan di tempat, bahkan lebih jauh lagi sebuah kemunduran. Idealnya pesantren menjadi model sekolah yang harusnya jadi dambaan umat islam, mempercayakan anaknya untuk bersekolah disana. Yang saya lihat sekarang, pesantren justru jadi ada di urutan kedua setelah sekolah umum terlebih bagi swasta. Pesantren hanya dijadikan pilihan terakhir setelah tidak masuk ke sekolah umum.

    Anak santri yang merupakan produk jebolan dari pesantren, tidak sedikit memberi imej buruk setelah keluar dari asrama. Sifat nakal atau kekanak-kanakan yang selama ini dibatasi selama di pesantren mencuat keluar bebas tak terbatas. Meski ada juga yang benar-benar memang bisa berubah diri dan dan bahkan lingkungannya ke arah yang lebih baik. Mungkin perlunya manajemen yang baik dalam hal penanganan yang tepat untuk mengelola perkembangan kepribadian anak santri.

    Yang menjadi perhatian saya juga adalah perlunya perkembangan dari manajemen sumber daya manusia yang ada di pesantren. Idealnya juga turut berkembang sesuai perkembangan teknologi. Setiap ustadz atau ustadzah yang sudah memiliki timbunan ilmu yang sudah sarat memerlukan metode yang lebih tepat dalam mentransfer ilmu ke anak-anak santri.

    Masih berharap banyak, ke depannya pesantren akan lebih baik, lebih maju lagi dan dapat menjadi pilihan utama umat islam untuk terus mampu menggaungkan kebesaran islam di setiap sudut bumi.

    1. makasih mbak Desi sudah berpartisipasi, :) –btw, alamat sosmednya apa mbak?

      Peserta No. 2

  3. Pesantren adalah tempat menuntut ilmu, dimana siswanya disebut santri. Untuk dapat menuntut ilmu di pesantren, santri2 ini diharuskan tinggal di kobong yang sudah disediakan.

    FB: Zulfa Nurul Alawiyyah

  4. Nama : shofiullah
    FB : Fiu

    Spontan jika saya di sodorkan kata pesantren adalah kata akhlaq yang ada dalam pikiran, kenapa ? karena akhlaq itu sangat dahsyat sekali pengaruhnya buat kita, cerdas, kaya, berparas baik tanpa akhlaq tak berarti sama sekali. Terbukti santri-santri terdahulu hingga sekarang mereka yang berasil adalah mereka menerapkan akhlaq dlm kesehariaanya. itu bisa kita pelajari dengan lebih dalam hanya di pesantren, walaupun di sekolah-sekolah ada tapi tidak semaksimal di pesantren.
    satu lagi di pesantern tuh adem, tenrem, damai, gemah ripah loh jinawi. ^_^

  5. Assalamu’alaykum..
    Pesantren ?? menurut saya pesantren itu basisnya “pendidikan” bisa diartikan sebagai sekolah, universitas, ato apalah yang basisnya pendidikan. Namun ada sedikit perbedaan untuk bisa membedakan antara sekolah dan pesantren. bedanya terletak pada kajian ilmu yang diberikan. biasanya pesantren lebih memfokuskan pada kajian “agama” yang notabennya memberikan pencerahan akhlak, sedangkan sekolah biasanya lebih pada kajian yang universal. meskipun saat ini banyak pesantren yang tidak hanya belajar tentang agama saja namun persepsi primasi orang atau kesan yang muncul paling kuat pertama kali terhadap pesantren adalah sama seperti saya yaitu sekolah berbasis agama dan biasanya tinggal dalam lingkup pondok atau asrama. saya memang tinggal di kota yang katanya “kota pesantren” namun banyak sekali para santrinya yang tidak menunjukkan akhlak pesantren seperti yang dipaparkan. oleh karena itu, persepsi orang itu berbeda. Pesantren itu sekolah , sekolah yang sebenarnya akan membuat orang lain tahu banyak tentang ilmu namun obyek kajiannya lebih pada pemaparan ilmu pengetahuan yang disertai “agama” dalam pengaplikasikannya :)

    Nama : Sulaisiyah
    Fb : Sulaisiyah II
    Twitter : Sulaisiyah

  6. Yang ada di benak saya saat mendengar kata pesantren adalah kenangan disana, karena di pesantren lah saya mendapatkan banyak sekali pengalaman dan pengetahuan, berorganisasi ada, pengalaman mengabdi ada, belajar teknologi, belajar agama, dan masih banyak lagi pengalaman-pengalaman lain, termasuk cinta :D
    Itu adalah yang ada dibenak saya secara pribadi, namun ketika ditanya secara langsung saya akan menjawab bahwa pesantren adalah tempat yang sangat tepat untuk belajar self-management :)

    Dan sepertinya untuk menjawab pertanyaan ini secara penuh, saya perlu membuat postingan khusus di :D hehe

  7. Pesantren. Menurut saya kata ini identik dengan ‘pendidikan berbasis islam’. Di pesantresn, selain mendapat ilmu umum, siswa juga mendapat ilmu agama yang sangat mendalam. Di pesantren, siswa akan diajarkan bagaimana mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Jika di sekolah-sekolah biasa, ilmu agama yang diperoleh sangat sedikit. Sehingga menurut saya, perlu dipertimbangkan untuk menyekolahkan anak ke pesantren, supaya anak memiliki ilmu agama sejak dini.

    Akan tetapi, di masyarakat momok pesantren seolah buruk. Anak yang masuk pesantren karena tidak diterima di sekolah umum, atau karena anak terlalu nakal akhirnya didaftarkan ke pesantren oleh orang tuanya. Perlu adanya pengubahan image ini, supaya image pesantren menjadi baik di mata masyarakat.

    Nama : Dina Kamila
    Twitter : @dinakamila_

  8. Dulu saya sering mendengar kata Pesantren, dan yang tersirat dibenak saya, pr santriwati yg berjilbab dan para santri yg berkopyah dan bersarung serta terlihat kumuh. Karena memang seringnya bila bertemu anak Pesantren seperti itu. Setelah menikah punya anakpun tidak ada terpikirpun untuk menyekolahkan anak diPesantren. Hari berlalu, ilmupun isyaallah bertambah, satu persatu teman-teman saya menyekolahkan anaknya diPesantren. Sayapun tak bergeming begitu juga suami, apalagi anak cuma satu-satunya. Sekolah favorit dong yang kita tuju.
    Setelah anak bersekolah diSekolah favorit, saya mendadak menjadi sedih, kenapa? karena begitu melihat anak teman-teman saya, waktu mereka pulang dr Pesantren, mereka bertambah santun, hafalan Al-Qur’an mereka bertmbh banyak. Subhanallah, sedaangkan anak saya bergelut dengan bejibun tugas sekolah, setiap hari buka internet, sampai-sampai wkt u mengajipun habis. Sedih….Dari sinilah saya berbicara dengan suami untuk Sekolah selanjutannya harus dimasukkan Pesantren. Anak cuma satu, harta bisa dicari tapi ilmu Diin sangat berharga, mumpung masih anak-anak, jangan sampai menyesal spt kita, tua baru tahu ttg agama, itupun sgt minim.
    Begitu lulus dr SMP segera anak sy daftarkan dan sekolah disana, alhamdulillah dia anak baik dan memahami pentingnya hal ini. Kini Pesantren bukanlah hal aneh, dan asing lagi bagi saya. Bagi saya Pesantren adalah tempat yg paling sesuai untuk mendidik anak-anak tentang Diin mereka. Tp walaupun mrk disana Ortu tdk blh meninggalkannya bgt sj. lebihkan perhatian dr sebelumnya agr mrk tdk merasa “dibuang”. Krn sbnrnya Pesaantren bukanlah tempat pembuangan anak-anak nakal atau “Bengkel reparasi” untuk anak-anak nakal, seperti pemikiran orang-orang awam. Atau sekolah “Pencetak Ustad”. Tapi Pesantren adalah tempat menimba dan menempa anak belajar agama dan Kehidupan.
    ^_^
    Nama : Irowati
    Fb : Irowati

  9. “pesantren” sebuah kata yang banyak arti dan argumentasi.
    dimana saat saya mendengar pesantren yang pertama kali terlintas adalah banyak orang berseragam panjang dengan kerudung lebar kitab ditangan, setumpuk aturan, dan penuh dengan kebersamaan.
    pesantren dunia yang tek pernah selesai untuk di selami.

    lutfi nurmalia fitri :D
    fb : luvea Guizaora Al Fath
    twitter : @lulualfath

  10. Yang terlintas dibenak saya ketika mendengar “Pesantren” Adalah Pendidikan Islam, Santri, Santriwati, Kyai, Ustad, Ustadzah, Laki-laki yang berjenggot, Perempuan yang berkerudung, Tempatnya orang soleh dan solehah, Lingkungan yang Agamis, Pengajaran Kitab-kitab, Pondok.

  11. Pesantren? Sangat akrab di telinga, tapi tak begitu mengenal apa yang ada di dalamnya. Saya dan pesantren bagaikan dua orang berdiri berdampingan, saling kenal, namun sebatas itu dan tak tahu kedalaman hati masing-masing.

    Pesantren, di mata saya dapat disimpulkan dari sembilan kalimat berikut:

    P=Panggilan muridnya adalah santri.
    E=Eh..santrinya jago bahasa Arab dan Inggris loh!
    S=Sarung+kopiah seragam santriwannya.
    A=Ada pesantren modern dan tradisional.
    N=Ngantri nih mandinya…
    T=Terkena penyakit kulit sudah biasa di pesantren..ups!
    R=Rada jarang ketemu keluarga, hiks!
    E=Eh..tapi disiplinnya bagus loh di pesantren.
    N=Nanti kalau udah lulus biasanya jadi ustad/ustadzah.

    Tentu saja ini hanya pendapat pribadi berdasarkan riset terbatas yang mungkin saja sangat ngaco. Namun, terlepas dari pendapat saya yang negatif yang belum tentu benar, saya memiliki cita-cita menyekolahkan anak saya di pesantren. Nanti, selepas SD atau SMP. Saya ingin dia belajar disiplin dan ilmu agama di sana.

    Dan..saya memiliki kenangan manis dengan seorang alumni pesantren. Dia lelaki, lebih tua sekitar empat tahun dari saya. Bapanya menyekolahkannya ke pesantren di Tasikmalaya selepas SD. Setiap kali pulang ke rumah, saya selalu menantikan dia dan cerita-cerita lucunya. Setiap pulang ke rumah, saya lihat kulitnya makin menghitam dan kadang ada (maaf ya) koreng di tubuhnya. Tapi dia tak pernah mengeluh. Dia malah banyak tertawa dan banyak makan. Diam-diam saya mengagumi kemandirianya, ceritanya, dan kelucuannya. Dia adalah…Ahmad Hidayat atau A Totong biasa saya panggil, kakak tertua saya!

  12. PESANTREN ? Lebih tepatnya sih Pondok Pesantren. Yah, saya termasuk salah satu alumni santriwati dari Pondok Pesantren yang ada di Sulawesi Selatan. Pondok Pesantren yang dikhususkan untuk menggembleng aqidah dan akhlak setiap santriwati oleh para ustdadzah yang profesional dibidangnya masing-masing. Tiga tahun. Bukan waktu yang pendek untuk remaja seusia saya kala itu untuk berpacu dengan waktu dan zaman modern demi menuntut di kampung orang. Jauh dari orang tua, tak ada sanak family, tak ada tempat bermanja ria. Hanya mengandalkan satu kiriman bahan pokok makanan sekali sebulan, sekali dalam tiga bulan malah. Benar-benar menyiksa batin dititik awal. Namun, seiring berjalannya waktu, semuanya terasa enjoy dan nikmat. Interaksi dengan teman-teman seasrama dan lingkungan sekitar adalah hal yang paling berat. Karena banyaknya perbedaan diantara kami yang pastinya melatih kesabaran, keikhlasan, dan toleransi. Merekalah pengganti orang tua saya. Mulai dari pagi hingga pagi, kami selalu bersama-sama. Berbagi suka dan duka setiap waktu.

    PESANTERN? Yang menumpuk di kepala terkadang menjadi beban pikiran untuk pemula seperti saya. Yah, apalagi kalo bukan hafalan…hafalan…dan hafalan!!! Sungguh mulut ini terasa ingin teriak — saya mau pulang, maaaakkkk, gak kuat di sini… — tapi, hal demikian tak pernah terlontarkan. Kenapa? kan udah gak betah karena banyaknya hafalan yang harus dituntaskan? hehehe… iya juga sih,,tapi pada kenyataannya saya lebih memilih untuk bertahan juga. Wajar dong kalo ngeluh gitu. Setelah lama merenung dan mendapat siraman rohani dari para ustazdah, Alhamdulillah semuanya dihadapi dan dilalui dengan baik. Emang, Ustadzahnya bilang apa? kok manjur juga yah bikin aku betah,,,? Ah, panjang ceritanya jika di umbar disini, bakalan gak muat nih kotak komentar,,hihihi. Intinya adalah semua demi menuntut ilmu dan kebaikan di masa depan sendiri. Belajar dan Berbagi. Walhasil, terbukti lho!

    Pesantren lagi? Ya iyalah. Bangga banget dong jadi bagian dari santriwati Pondok Pesantren. Alamaak, Kitab Kuning atau bahasa ngtrendnya Kitab Gundul. hihihi. Emang gak kuno? Hari gini masih omongin pesantren yang penuh komat kamit sang Ustadzah membaca kitab Gundul. Tumpah riuh diramaikan oleh ribuan santriwati ikutan membaca Kitab Gundul. Jangan salah, justru dari Kitab Gundul inilah sumber ilmu agama dan sains dibahas. Jadi, buang jauh-jauh sejauh mungkin prasangka kuno yang merendahkan status Pondok Pesantren. Udah pada ngeh semua kan? Ketika beberapa Kepala pemerintah di Negeri kita ini di pimpin langsung oleh orang-orang yang berlatar belakang Pondok Pesantren. Pondok Pesantren yang mampu melahirkan generasi Beraqidah dan Berakhlak Mulia dibidang Agama dan Sains. So, Pesantren kini tidak lagi kuno. Sumber segala ilmu, hanya bisa didapatkan dari yang bernama Pondok Pesantren. Nyantri yuuuk …. ^_^

    FB : Aida Al Fath
    Twitter : @AidhaZhuki

  13. Apa itu pesantren ? apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata pesantren ? mendapati pertanyaan seperti itu membuat saya teringat dan mengenang masa masa dulu ketika masih tinggal di pondok pesantren. Pondok pesantren, Ada yang menyebutnya “pondok” saja atau “pesantren” saja, bahkan ada juga yang menyebutnya penjara suci, mungkin hal ini dikarenakan para santri tinggal di sebuah asrama dan tidak boleh keluar lingkungan pesantren yang biasanya ada benteng atau tembok yang membatasi lingkungan tersebut, yang membuat santri merasa terkurung di dalamnya, di tambah lagi dengan adanya peraturan peraturan yang ketat dan ta’ziran atau hukuman yang berlaku.Pondok Pesantren merupakan sebuah tempat untuk belajar dan mendalami ilmu agama. Adapun kajian ilmu yang biasa dipelajari di sebuah pesantren meliputi, ilmu nahwu, sorof, fiqih, tauhid, tafsir, falak, dan lain lain.
    Adapun orang yang tinggal dan menuntut ilmu di dalamnya disebut santri, santri biasanya identik dengan sarung yang merupakan pakaian sehari hari seorang santri. Pondok pesantren mengajarkan kemandirian juga kesederhanaan, seorang santri yang tinggal di pesantren membuatnya jauh terpisah dari orang tua membuatnya harus mandiri, dan mengurus diri sendiri. selalu apa adanya dan tidak berlebihan dalam semua hal mencerminkan kesederhanaannya.

  14. Saya tidak pernah tahu benar ttg pesantren. Tidak pernah dengar kisah orang2 yang pernah mondok dengan lengkap. Hanya tahu kalo ada anak si A yang mondok.

    Beberapa dari anak2 itu ada yang lari karena gak kuat. Jadi agak seram membayangkannya. Tapi lama kelamaan saya tahu juga kalo ternyata si anak itu saja yang gak betah. Banyak koq anak lain yang bisa mondok. Jadi sebenarnya ortu harus jeli apakah anaknya siap atau tidak. Ada juga anak yang dengan kemauan sendiri minta dipesantrenkan. Kalo kira2 anaknya belum sanggup sebaiknya jangan dipaksa.

    Sekarang banyak teman nulis di grup2 nulis keluaran pesantren dan mereka jago nulis. Ilmu agamanya dalam jadi kalo nulis, bisa menneteramkan juga. Salut saya ….

    Eh, perlu akun FB saya kah?
    FB: Mugniar Bundanya Fiqthiya
    Twitter: @Mugniar

    Makasih ya :)

  15. KRONOLOGI:
    Tahun 1997 awal mula kakaku yang cowok pergi mondok ke Al-Hikmah, waktu itu aku persis menginjak umur 7 tahun. Nah bersamaan dg itu, mungkin awal aku mendengar kata pesantren. Tapi kalau di kampungku orang lebih banyak menyebutnya mondok. Oke langsung pada prosedur:

    # Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata ‘pesantren’?

    Berkaca dari persiapan kakaku awal ketika mau mondok, dia sibuk kali nyiapain seperti peci, sarung, kemeja, dan perlengkapan baju nyantri lainya. Sembari ikut nimbrung ngrapiin, terlintas dalam benakku:
    “oooh!!, wong mondok itu kemana-mana kudu pake peci, sarung, kemeja.”
    (Laah saat ibuku masukin beras ke tas bawaan kakaku)
    “Ooh jadi wong mondok itu masak masak sendiri, makan makan sendiri, cuci baju sendiri (hehe kok jadi dangdutaan)”

    Nah ittuw gambaran awal polos pikiranku tentang pesantren. Eh tapi gambaranku berubah saat kakaku libur akhir tahun itu, dia membawa segulungan kalender tahun 1998. (sekarang kalendernya jg masih ada, tapi sayang buat nutup bolongan pentilasi pintu kamar :-) ). Disitu banyak terpampang foto-foto kegiatan santri. Dari mulai kalender bulan Januari sampai desember aku perhatiin. Hadeuuuugh!!! tak seperti yang aku bayangkan maiii!!, ternyata dipesantren juga ada yang make jas, kacamata, dan mode modern lainya.

    Rasa penasaran itu muncul ketika aku lulus SD. Tau nggak may? Aku dapet juara 5 looh.. haha. Lumayaaaan daripada lumanyuuun… :-D
    Lulus SD aku hijrah ke salah satu Pondok Pesantren Modern. Wew!! Beddda’ banget sama yang digambar kalender kakaku. Antara pake sarung ama celana mungkin lebih banyak pake celananya, antara pake sorban ama dasi lebih sering dasinya. Tau sendirilaah kan modereeen :-) ..
    Disini nih Baru tahu aku kalau pesantren juga ada yang fokus ngebahas ngomong Inggris, kirain Cuma yang bertuliskan arab-arab ajah.

    #Ini kan cuman curhat pengalaman, Lah fokus untuk ide pesantrenya mana???
    Ide? Emmmm karena aku bukan siapa-siapa jadi aku mau ngasih sdikit pengetahuan saja tentang problem santri (sedikit ide juga siih. Heheh)
    Apa itu santri?? Kata guru akhlaku bilang “santri adalah akronim dari SAnggup NuTuri perintah Rasul Illahi”.
    Ajiiib tapi kata ini entah diambil dari kamus mana, tapi yang jelas ini gagasan kreatif juga sangat masuk akal. Artinya bahwa kalau kamu mau menjadi santri, yaa kamu harus bisa menjaga serta mengikuti apa yang diajarkan oleh Rasululloh Saw.

    Terkadang problem santri tu beginih: Kewajiban udah, nyunah udah, tapi setelah boyong dari pesantren mereka bingung mau ngapain? Kuliah? Yaaa kalau yang mampu, nah kalau yang nggak mampu? Hmmm (maaf) paling mereka mrantau nyari duit.

    Jadi berbagi ide pesantren saya disini adalah: Bagaimana Konsentrasi peasantren pada santri selain dibekali babagan ngilmu agama juga harusnya punya trobosan jitu bagaimana membekali mereka menjadi pengusaha yang profesional, atau setidaknya ya punya Ilmu dagang atau lain sebagainya. Yupz!! ilmu dagang. Masih ingatkah kita? Dahulu islam masuk ke Indonesia bermula dari gujarat arab yang berdagang di negeri ini. Dan mungkin santri bisa berdakwah lewat ini. Karena kalau kita nda punya cara jitu seperti ini maka akan menjadi !! Hahaha….

    Suwun suwun.. sekedar numpang lewat saja!!! LANJUTKAN meiiiii!!! SUKSESS!!!

  16. anak santri itu sangat identik dengan dua hal: penyakit kulit (gudig) dan irit. hampir di seluruh pesantren di bagian nusantara manapun akan kita temui dua ciri khas ini. selain tentu saja Ngaji, Ngaji, dan Ngaji. Bukan pesantren namanya kalo tidak ada aktivitas yang namanya Ngaji.

    ada satu lagi ciri khas pesantren, ‘Kebersamaan’ . semua hal dikerjakan bersama-sama, mulai dari tidur, mandi, sholat dan yang ditunggu-tunggu kebersamaanya adalah Makan.hehe (gak ada kompromi kalo soal perut)

    dan yang paling dicari para santri itu sebenarnya hanya manfaat & barokah ilmunya dari kyai.. :)

    fb : Rifqi Anshory
    twitter : @kupubirudotcom

  17. “pesantren”??? tempat dimana aku menemukan keluarga baru yang penuh dengan cinta dan kasih sayang yang tulus. ditempat ini juga aku dapat menemukan banyak ilmu yang sebelumnya aku belum pernah menemukannya. serta berbagai pengalaman hidup yang sebelumnya aku belum pernah mencobanya.Di pesantren juga tempat dimana aku merasakan mandi dengan ngantri yang berjam-jam. dan tempat pertama kali yang membuat aku slalu ngantuk ketika ngaji.
    Dan tradisi yang paling membekas di ingatanku adalah disaat bulan ramadhan disetiap 1 jam sebelum berbuka puasa selalu melihat puluhan santri berlarian ketika ada seorang yang berkata “salej… salej…” (es…es…) atau berkata “idam…idam…” (lauk…lauk…) atau “makliah…makliah..” (gorengan….gorengan..) dan mereka langsung menyerbu orang yang berseru itu dan bagi mereka yang tidak beruntung mendapatkannya hanya bisa kecewa dan mengeluh “yah…”

    Nama: Ade Nurhidayah
    FB: Dhe yayah (https://www.facebook.com/yayah.nurhidayah1)
    twitter: @dheyayah

  18. Pesantren :
    Tempat belajar ilmu agama pada dasarnya, namun realita membuktikan sangat banyak pelajaran yang secara tidak langsung akan didapat dalam pesantren. Ukhuwah/ Togetherness/ Kebersamaan, akan sangat terdidik dengan kehidupan sosial dalam pesantren. Keikhlasan, dengan hidup bersama dalam satu lingkungan, mau tak mau kita akan belajar bersosial dengan “saling-saling”yang banyak, saling memeberi, membantu, dll, nah dari situ akan timbul simbiosis mutualisme yang berakibat ‘keikhlasan berbagi’. Keorganisasian, mana mungkin kita hidup bersama dalam satu lingkungan tanpa ada sebuah organisasi yang mengatur kita ‘wong kita hidup di Indonesia juga ada peraturan pemerintah’, nah dalam pesantren kita akan terdidik melalui organisasi asrama/kamar/komplek hingga organisasi pesantren itu sendiri. Disisi lain, Kemandirian, itu sudah pasti, ndak perlu dijelaskan :) . Daaan masih sangat banyak ilmu plus-plus yang bakal didapat dalam dunia Pesantren.

    Sufyan AA. @sufyanaz

  19. Mbaaak salam kenaaaal ikutan yaaa ^^

    Pesantren ya ?
    sering denger, sering baca juga..
    cuma jujur ya mbak, setiap kali baca pesantren, hati saya selalu bertanya “kapan ya bisa nyantren”..
    saya kepengeeeeen banget ngerasain tinggal di pesantren, bukan apa-apa, dibenak saya pessantren pasti bisa bikin saya jauuuuh lebih baik dari sekarang *dari segala aspek, utamanya ahlak saya*
    tapi, saya punya keterbatasan yang bikin saya gak bisa nyantren, yaitu saya harus di rumah nemenin ibu saya, karena kebetulan saya anak satu2nya..

    itu aja deh mbak, ini sebenernya sekalian curhat juga, curhat tentang isi hati saya yang belum pernah saya publish di blog sendiri :’) tentang satu sisi dihati saya yang ingin sekali tinggal di pesantren..

    makasih yaa ^^

    Nama : Ranii Saputra
    Fb : Ranii saputra
    Twitter : @Khiranii

  20. Pesantren? Apa sih pesantren?. Ketika mendengar kata itu dibenak saya terlintas nama “nyantri”. Nyantri adalah kegiatan menimba ilmu dunia dan akhirat. Kata pesantren sangat khas dengan aroma Islam. Disini seseorang biasanya masuk pesantren karena untuk memperdalam ilmunya terutama ilmu agama Islam. Tetapi saya melihat fakta lapangan, terkadang pesantren identik sebagai ‘pilhan terakhir’ karena tak ada sekolah Negeri yang mau menerima atau pun kurang biaya.
    Ada juga yang menjadikan pesantren sebagai lembaga pemulihan anak nakal. Orang tua yang sudah kewalahan mendidik anaknya yang sudah terlewat batas membuat pesantren menjadi tempat yang pas untuk mengubah karakter si kecil.
    Bagi saya pesantren itu adalah sebuah lembaga pendidikan yang unik. Karena hanya di sebuah pesantren seorang anak bisa merasakan ‘nano-nano’ (kemandirian, kesepian, kerja keras, keberhasihan, kesabaran) hingga seorang anak akan tumbuh menjadi calon pemimpin bangsa. ^_^
    Nama : Vivi Nurfitriyani
    Fb : Vivi Nurfitriyani
    twitter : @nurfitriyani

  21. FB: Sinna Saidah Az-Zahra..
    Twitter: @ayiy199ia

    Penjara Suci : Merubah yang Negative Thinking Menjadi Positive Thinking

    Sebelumya, aku tak pernah mau berbagi
    Tidak untuk kesenangan, dan tidak untuk penderitaan
    Aku menyimpan semua rasa pada kotak kecil bersama hati seorang diri
    Hingga nanar semakin hari bertambah besar
    Mengambil alih niat suci yang sudah tergadai oleh tahta

    PESANTREN meski bukan kata yang asing lagi ditelinga, tapi sebelumnya saya tak pernah memikirkan akan tinggal di tempat seperti itu. Terhitung sejak 29 September 2013, saya membuat revolusi besar dalam hidup. Ayah memaksa saya untuk masuk pada dunia yang sebenarnya sama sekali tak ingin saya jamah. Yah, ‘Dunia Pesantren’ yang sering disebut kolot dan kaku. Ayah sendiri yang mengantarkan aku ke tempat yang sering saya sebut sebagai ‘penjara suci’ itu. ‘Waktu itu saya rasa kebahagiaan sudah benar-benar lenyap’.

    Kenyataan sulit ini harus saya telan mentah-mentah jika tak ingin diakui sebagai anak durhaka. Dengan berat saya mengayunkan langkah menju pesantren yang bernama ‘MUBAROK’ itu. Letaknya tidak cukup jauh dari kampus tempat saya belajar. Jadi tak perlu mengeluarkan tenaga ekstra saat berangkat kuliah.
    Sayangnya saya bukanlah gadis supel yang pandai bersosialisai. Ego yang sudah mengakar pada diri ini sejak kecil terlampau tinggi. Tak jarang satu bulan pertama tinggal di tempat baru, sering uring-uringan tidak jelas. Saya pun lebih banyak diam dengan buku dari pada harus bersandar gurau dengan teman satu kamar.
    Seiring dengan perjalanan waktu setelah hampir lima bulan menimba ilmu dari berbagai kitab yang sulit saya baca karena tak memahami bahasa arab dan jawa halus dengan baik, barulah saya menemukan hikmah yang besar di pesantren ini.

    Kesadaran itu sebenarnya muncul positive thinking karena saya sudah merasa lelah dengan hati yang terus saja berpikir negative. Mungkin benar sekali apa yang dikatakan dosen psikologi saya, bahwasanya energy yang kita keluarkan untuk berprasangka buruk itu lebih besar dari pada berprasangka baik.’

    Saat itu juga, saya merubah konsep hidup saya dari negative thinking menjadi. Banyak buku tentang motivasi dan video dari motivator perlahan saya pelajari. Dan, hasilnya sungguh luar biasa. Saya merasa lebih bahagia dan tidak jarang kesabaran dan emosi meski sering naik turun juga masih bisa terkendali.

    Saya mempercayai bahwa Allah begitu menyanyangi saya telah menunjukan tempat ini. Meski saya kadang merasa tidak nyaman bergabung dengan teman-teman karena belum bisa akrab, tapi pemahaman akan konsep agama yang lebih jelas sudah cukup membuat hidup saya jauh leiblih tenang.

    Thank you Mom and Dad, has sent me to prison this holy place

    Tulisan Ini juga ada di blog saya kak.. http://aidareal.blogspot.com/2014/03/penjara-suci-merubah-yang-negative.html

  22. Pesantren itu tempat orang-orang jahat dibina biar jadi baik. Ups, itu mah pemahaman saya dulu waktu belum tahu bener apa itu pesantren. Zaman dulu memang gitu, katanya orang tua suka nitipin anaknya di pesantren gara-gara anaknya itu nakal nggak ketulungan. Akhirnya anak di pesantren bukannya betah tapi justru sering curi-curi kesempatan untuk bisa keluar dari pondok dan main ke luar sesukanya. Jadi kalo kebayang kata pesantren sih dulu mah yang kebayang adalah tempat ‘pembuangan’anak-anak nakal. Tapi sekarang beda, karena saya kuliah di area yang dekat dengan DT, jadi kalo denger kata pesantren yang kebayang itu tempat orang-orang yang ingin jadi baik. Soalnya anak nakal mah jarang ‘dibuang’ ke pesantren selevel DT, apalagi DQ. Dan jaman sekarang jarang banget orang tua yang ‘buang’ anaknya ke pesantren, banyaknya justru digembalakan di mall.

    Nama : Andreansyah Dwiwibowo
    FB : Andreansyah Dwiwibowo
    Twitter : andre_tauladhan

  23. “Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata ‘pesantren’?”
    Pesantren itu tempat menimba ilmu tentang keislaman. Merupakan sistem sekolah yang telah berlangsung ratusan tahun sejak jaman kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Karenanya pesantren menjadi warisan budaya islam murni, bukan Hindu/budha seperti yg pernah dikira orang.
    Brand lain yang saya tangkap dari pesantren adalah kehidupan tradisionalnya, sehingga santri sering dianggap katro. Sayapun tak jarang menganggap seperti itu. Susah dalam melihat perubahan jaman, karena santrinya terdidik didalam, dengan kurikulum dan sistem yang sudah sangat pakem. Susah diubah meski jaman berubah dan berkembang. konon mengubah sistem pesantren berarti tidak menghargai usaha alim ulama jaman dulu, kualat lah, atau apalah..
    Brand lain, pesantren itu identik dengan nahdliyin, dengan kaum sarungan. sehingga orang-orang kota besar agak gengsi menyekolahkan anaknya di sana. terlebih kesan madrasah yang dipenuhi anak-anak nakal terus berkembang. Tak salah, karena kebanyakan orang-orang tua dipedesaan, atau yg dari kaum bawah merasa cukup untuk menitipkan anaknya ke pesantren. merasa si anak bakal berubah jadi baik. Jadilah pesantren adalah tempat berkumpulnya anak-anak nakal.
    Tapi ini pendapat, ini brand. saya yakin tidak semua pesantren seperti ini. Dan sekali lagi, karena brand yang masuk di kepala, bukan salah saya atas anggapan ini. Butuh upaya pesantren untuk mengangkat citranya.

  24. Yang terlintas ketika mendengar kata “pesantren”: Ngaji. Tempat menuntut ilmu agama. Pesantren identik dengan pendidikan Islam, dimana sistem pendidikannya diatur sedemikian rupa sehingga kegiatan santri-santrinya diisi dengan bejibun jadwal belajar ilmu agama. Karena saya pernah merasakan hidup di pesantren, saya bisa bilang bahwa pesantren itu memang mata air ilmu pengetahuan Islam. Sekeluar dari pesantren, tak ada kesempatan mengaji ilmu secara mendalam sebesar ketika di pesantren. Karena suka gak suka, jadwal kita sudah diatur, mau tak mau hari-hari kita bertabur mengaji. Pesantren juga identik dengan peraturan. Namanya pendidikan, pasti ada aturannya. Apalagi perguruan ilmu seperti ini, bayangkan saja seperti perguruan Shaolin yg suka ada di film2, utk dpt belajar mendalami ilmu tsb, murid-muridnya dikasih aturan yg tegas. Kadang2 Sang Guru ngasih tugas berat & sekilas seperti tak bisa dimengerti apa maksudnya, membuat muridnya menggerutu, dongkol, & bertanya2. Itu karena kebijaksanaan Sang Guru belum terselami oleh murid atau orang awam kebanyakan. Tepatlah kiranya jika menganalogikan pesantren dg perguruan Shaolin ini dari segi ini. Kadang2 pola pendidikan yang di luar mainstream seperti ini bisa disalahpahami oleh yang tak memahami. Barangkali itu sebabnya sering dengar orang2 bilang budaya pesantren cenderung “mengkultuskan” ustaz/kyainya. Padahal menurut sejauh pemahaman saya, itu adalah bentuk takzim (penghormatan) kpd guru. Seperti yang sering dikaji di kitab Ta’limul Muta’allim, ilmu agama adalah ilmu yg diisyaratkan dlm hadits sebagai ilmu yg wajib dipelajari oleh Muslim sejak dari buaian sampai liang lahat. Selanjutnya ada pembagian mana ilmu yg fardhu ain mana yg fardhu kifayah. Makanya ilmu ini diperlakukan berbeda (istimewa) dibanding mempelajari ilmu duniawi, yakni mensyaratkan ketkaziman itu. Jika pada nyatanya memang ada praktik pengkultusan itu, mungkin karena memang ada yg pemahamannya berbeda dg pemahaman saya tadi. Jujur saja, kata “mengkultuskan” sangat mengganggu, jadinya image pesantren buruk. Pengkultusan itu bagaikan seperti Yesus yg dikultuskan. Dlm Islam kan memperlakukan seseorang dg hormat proporsional saja, bukan didewakan seperti itu, karena rentan syirik (mempersekutukan-Nya).

    Pesantren juga identik dg peraturan ketat, membuat anak2 muda abege seram mendengarnya. Sejauh yg saya alami, ada benarnya. Meski kemudian saya mengalami nyantri di 2 ponpes berbeda, jadi sadar bahwa tiap pesantren punya budaya tersendiri (meski mirip, namun tak selalu sama). Dari segi keketatan peraturan juga beragam, ada yg sangat ketat, ada yg lebih longgar. Bagaimana pun, kalau dibandingkan tetap saja bakal tak sebebas diam di rumah. Ini salah satu suka-duka pesantren yg tak terlupakan. Kalau melanggar ya dihukum. Meski berat, ini bentuk pembelajaran agar santri disiplin. Pembelajaran lain tak terlupakan adalah perkara “irit”. Ini krn saya berpesantren yg bukan modern (maksudku yg bertempat tinggal mewah/enak, tinggal mau ngaji). Saya jadi mengalami byk cobaan gaya wong cilik, seperti harus mengirit uang, air, sampai pengalaman tidur beralas tikar saja. Tapi ini masa yg tak terlupakan, darinya santri bisa belajar mandiri & ditempa kesulitan hidup.

    Pesantren di benak saya masih berkonotasi positif, karena sedikit2 tahu bahwa konsep pendidikan Islam seperti ini inspirasinya dari para ulama besar terdahulu yg memahami betul konsep ajaran Islam. Metode hafalan berulang, baru dijelaskan, dst ternyata ada konsepnya. Saya baru tahu dari buku tentang pemikiran Al-Ghazali mengenai pendidikan Islam. Jadi memang ada tujuan yg direncanakan matang dibalik metode pendidikan pesantren. Dlm sejarahnya, pesantren banyak berandil dlm perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia & melawan penjajah. Pesantren punya byk kualitas yg tak dipunyai sistem pendidikan ala sekolah. Pesantren mengedepankan tujuan akhlak. Jika kemudian pd prakteknya pesantren jd tempat “buangan” anak2 nakal, itu salah kaprah yg perlu diluruskan. Orang tua hrs memahami bhw utk mendidik akhlak anak, semua berawal dari rumah, sejak sebelum ke pesantren seharusnya sudah diberi didikan fondasi. Bisa kita baca teladan ulama2 besar semisal Imam Syafi’i. Sebelum merantau mencari ilmu, masa kecilnya penuh didikan dari Sang ibu. Lebih lanjut, mengharapkan lulusan pesantren 100% berhasil (berakhlak mulia, dsb) terlalu naif. Jika pendidikan karakter ini tak diteruskan selepas nyantri, ya sulit juga. Sebab pendidikan akhlak (Islam) begini kan sifatnya sepanjang hayat. Dan akan byk ujian kehidupan nyata selulus dari pesantren yg kembali lagi ke masing2 pribadi menyikapinya. Jadi, kalau toh ada image pesantren negatif, saya cenderung menyikapi itu sebagai praktek yg melenceng, atau ketakpahaman kita akan konsep pendidikan tsb, shg menjadi masukan yg diperlukan utk meluruskan itu. Pesantren berimage kumuh adalah contoh negatif lainnya. Islam mengajarkan kebersihan, jika pd prakteknya pesantren memang kumuh, itu justru yg harus dibenahi. Saya mengalami jg tentang kenyataan menyedihkan ini. beberapa bulan lalu menjenguk adik di alamater yg sudah 12 tahun gak kukunjungi, kaget banget melihat kondisinya lebih kumuh lagi daripada waktu saya nyantri dulu. Dlm hati, jaman sekarang pesantren kok masih kayak gini, bukannya lebih baik… :(. Itu sekadar share dr pengalaman saya.

    Nama: Euis Sri Nurhasanah
    Alamat fb: Euis Sri Nurhasanah
    Twitter: @EuisSriNur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *