Hanya Ingin Terpejam

Adakah yang tertinggal, Angin?

Yang tertinggal? Tanda mata pandamu itu.

Apa yang masih belum tuntas? Kenapa mata ini masih belum bisa terpejam barang semenit, padahal hatiku sudah menyelesaikan semuanya?

Haruskah kuselidiki?

Tidak. Aku hanya ingin terpejam dengan nyaman. Aku hanya ingin bisa tidur dengannyenyak. Kamu tidak perlu menyelediki apa-apa lagi. Toh, memang tak ada yang ingin kulakukan lagi saat ini selain, berhenti membasahi pipi dan bisa terpejam.

Tidurlah di pangkuan ibumu, honey. Meski kamu tidak kuasa bercerita sepenuhnya, cukuplah pejamkan matamu dengan nyaman.

Benarkah?

Bukankah sudah lebih dari 72 bulan, kamu menyembunyikan mata pandamu sendirian? Bukankah sudah lebih dari 6 tahun, kamu menyimpan air mata hatimu sendirian? Bukankah sudah hampir mencapai 3000 hari, kamu menikmati luka itu seorang diri?

Angin..

Sejatinya manusia itu lemah, honey. Sekuat apa pun kamu menyembunyikan, suatu hari bom waktu itu akan meledakkan kelemahanmu. Dan bila saat itu tiba, tidak ada pangkuan paling nyaman untuk menitikkan air mata selain, pangkuan ibunda. Tidak ada pelukan terhangat yang bisa mengelus kepalamu dengan setulus cinta selain, pelukan ibunda.

(suara napas tertahan di hidung)

Lihatlah, betapa bulir beningmu meronta dan membuktikan kesakitanmu. Masihkah ada alasan untukmu berpura bahwa, semua baik-baik saja?

(Hiks..hiks..)

Menangislah, honey.. Menangislah.. Biarkan lukamu keluar bersama air mata itu. Menangislah.. Kamu bahkan tidak bisa bercerita padaku seberapa sakitnya luka itu, apalagi sama orang lain. Tapi jangan pernah lupa kalau kamu masih punya ibu. Dialah orang yang paling mengerti setiap tangismu, meski kamu tidak pernah menitikkan air mata di depannya.

Berjanjilah, setelah ini kamu sudah mengerti, kapan harus menumpahkan air mata.

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *