Opik #3: Ngerjain Skripsi itu Seperti….

Sedang hamil. Menurutku, ngerjain skripsi itu seperti sedang hamil. Sebelum hamil, pasangan harus melewati proses yang.. rasanya tak perlu dijabarkan. Aku yakin sobat tahu apa yang kumaksud. Salah syarat dari proses itu adalah pasangan harus sehat berdasar pemeriksaan dokter (meski kadang ada pengecualian).

Nah, proses ini, Sob, diibaratkan masa pembuatan proposal skripsi. Mulai menemukan masalah (yang akan diteliti), pengajuan judul, penulisan latar belakang, rumusan masalah – tujuan – kegunaan, kerangka pemikiran, metode dan teori yang digunakan, tabel operasional variabel, hingga kajian pustaka. Jika proposal ini di setujui, maka skripsi bisa dilanjutkan. Titik ini dalam proses kehamilan kusebut ‘positif hamil’.

Berikutnya, calon ibu akan mengalami ngidam (ada juga yang tanpa ngidam atau ngidam berpindah ke suami -yang terakhir ini agak jarang). Segala makanan bisa jadi pemicu rasa mual, pusing, lemas, dan ingin muntah. Jangankan makanan, parfum, sabun, dan semerbak bunga saja bisa mancing. Bahkan tidak sedikit yang ngidamnya aneh dan susah dicari (lumayan sih buat ngerjain suami, #eh).

Masa ngidam ini persis seperti melanjutkan langkah proposal. Harus mau bolak-balik ke perpustakaan untuk mencari referensi dan menuliskannya. Harus mau bolak-bolak konsultasi ke dosen pembimbing, dimarahi, dicoret sana-sini, disuruh revisi, diuji dengan berbagai pertanyaan, disuruh baca ini-itu, sampai beli (atau pinjam biar hemat saku) bejibun buku yang tidak ada di perpus.

Saat ngidam ini bakal ngrasain betapa berharganya sesuap nasi yang masuk ke perut dan nggak muntah. Betapa butuhnya keberadaan suami di sisi. Betapa senangnya bisa menikmati hari tanpa emosi. Betapa bahagia bisa melakukan perjalanan jauh (sekadar bersilaturahmi ke orang tua atau sanak saudara) tanpa takut pusing dan lemas. Persis saat nyusun bab 2-3. Saban hari di depan laptop sampai seketika bisa istirahat untuk makan, mandi, dan hangout sama kawan (apalagi kalau bisa kumpul semua) itu sesuatu yang sangat luar biasa. “Waw” banget deh!

Di titik ini aku menarik benang merah (padahal pinginnya benang pink), sedekat seerat selengket apa pun persahabatan di masa awal kuliah sampai semester 6, pasti bakal merenggang di semester 7. Lebih lagi semester 8 dan seterusnya. Dulu, berangkat ke kampus bareng, beli cilok atau gorengan biasa patungan, minum jus atau es teh segelas berdua, main kemana-mana ngangkot dan jalan kaki bareng. Sampai begadang pun sering sengaja bareng-bareng, telat ngumpulin tugas satu juga telat semua.

Tapi sekarang? Semua punya pilihan hidup masing-masing, termasuk cara menyelesaikan tugas akhir (skripsi).

Back to hamil. Masa ngidam lewat, tinggal masa-masa menuju hamil tua. Oya, kalau di Jawa (terutama Tengah), banyak adat yang masih dilakoni oleh ibu hamil. Terutama saat kandungan usia 4 bulan (namanya Ngupati) dan 7 bulan (Mitoni). Meski ada yang bilang ini hanya tradisi leluhur dan bertentangan dengan ajaran Islam, nyatanya sampai sekarang pun orang Islam (yang mengaku modern) masih banyak melakoni dengan dalih: mendoakan si calon bayi biar jadi anak sholeh.

Ngerjain skripsi memang nggak pakai ritual adat. Tapi kalau melirik tujuan pokok pelaksanaan adat itu adalah “doa”, so pasti ngerjain skripsi tidak lepas dari doa. Terutama doa orang tua. Betul, kan? Aku juga selalu minta didoakan sama ortu biar diberi kemampuan, nggak cepet nesu, dan selalu semangat buat nyelesein skripsi. Coz sekali loyo dan down, bisa jadi mandeg. Kalau sekali mandeg dan mengalihkan perhatian ke hal lain, wah, gawat! Malas nanti buat mulai lagi.

Nah, puncaknya nanti di sidang munaqosah (ini istilah khusus UIN) atau seminar skripsi. Semua yang sudah diteliti dan dituangkan hasilnya dalam bab 4, bakal dipertanggungjawabkan di sini. Di hadapan para penguji. Yang pasti, sesiap apa pun, pasti keringat dingin tetap mengucur. Sama persis kaya calon ibu yang mau melahirkan anak pertama. Biasanya cenderung lebih susah dibanding anak ke-2 dan seterusnya. Pertaruhan nyawa sendiri dan si bayi. Kata ibuku, ini masa antara hidup dan mati. Sakiiiiit banget. Bahkan banyak yang bermasalah sampai harus operasi sesar.

Eitz, tenang, Sob. Sakit itu bakal langsung hilang begitu dengar tangisan pertama dari si bayi. “Oe..oe..oe..”, kira-kira begitu bunyinya. Skripsi juga. Semua gemetar, rasa deg-degan, was-was dan takut gagal, bakal terbayar kalau dinyatakan LULUS. Usaha keras berbulan-bulan pasti berbuah manis. Apalagi kalau itu murni usaha sendiri. Keringat sendiri. Dijamin, deh, bahagia tak terkira!

Gimana menurutmu, Sob? Sejuta, eh, setuju? Atau punya pengandaian lain?

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *