Guru Buang Sampah Sembarangan, Wajar atau Kurang Ajar? – Ruang Sederhana

Guru Buang Sampah Sembarangan, Wajar atau Kurang Ajar?

Miris. Satu kata yang spontan membuat saya tersentak, terhenyak, dan manajamkan pandangan tak percaya. Bukan karena sebuah tontonan mengahrukan yang kerap membuat hati ini turut basah. Bukan pula adegan antagonis yang kadang memaksa saya ikut membenci pemerannya. Ini adalah pemandangan nyata, raib dari pengawasan publik, bahkan kadang diabaikan. Sayang, ketika menjumpai moment itu saya tak membawa seperangkat kamera yang bisa membuktikan keterperangahan kedua mata ini. Tapi kemirisan dan keironisan fakta tadi spontan membuat saya resah dan langsung menuntun jemari menuliskan apa yang terjadi.

Barangkali pembaca menanggapi cuplikan peristiwa ini sebagai sesuatu yang tak pantas dieksplore, silahkan. Namun, bagi saya sebuah kemirisan yang jelas tercermin dari satu slide penangkapan panca indera itu bukanlah kesiaan belaka. Inilah salah satu potret karakter bangsa kita yang selayaknya disudahi. Terlebih, jika pelakunya adalah para praktisi dan akademisi di bidang pendidikan. Panutan dan suri tauladan generasi penerus bangsa, cerminan didikan mereka sangat berpengaruh terhadap masa depan dan kehormatan negara kita tercinta ini. Karena dari tangan-tangan merekalah awal mula kemajuan peradaban bangsa bisa seperti sekarang.

Ya, siapa lagi kalau bukan guru.

Disuatu hari yang cukup membuat napas terengah-engah, terik mentari pun seolah siap membakar kulit atau setidaknya mengubah warna putihnya menjadi kecoklatan, saya sengaja mencari pedagang es krim cingcau yang sangat cocok untuk menyejukkan tenggorokan di balik cuaca ekstrim ini. Sesampainya ditepi warung makan, tempat mangkalnya pedagang es tersebut, sedang duduk seorang wanita paruh baya di atas motor matic hitamnya. Sambil menikmati es krim cingcau yang dilahap sempurna dengan kedua tangannya itu, ia terus memperhatikan sang penjual meracik 2 gelas pesanan pelanggan lain. Bukan perkara sebenarnya, sikapnya yang demikian akan menjadi wajar bila pelakunya adalah seorang traveler yang tak sengaja beristirahat untuk melepas lelah selama berkendara. Atau seorang anak kecil yang belum tahu etika, lebih parahnya ya pelajar SMP-SMA yang memang sekarang _maaf_banyak abai akan sopan santun dalam perjalanan.

Namun, apa kata setiap mata yang memandang jika wanita yang makan es krim cingcau diatas motor itu berseragam guru? Terlebih, gelas bekas wadah es tersebut dilempar begitu saja ke arah persis belakang penjual? Kedua mata saya menjadi saksi kemirisan ini.

Tertegun. Sejenak saya pandangi raut wajah cantik ibu guru itu, tanpa rasa bersalah atau kikuk sedikit pun, ia langsung menyodorkan beberapa lembar rupiah untuk membayar es krim cingcau tadi. Padahal jelas-jelas disekitar penjual itu ada beberapa gadis remaja berseragam SMP yang juga sedang memesan pesanan yang sama dengan dirinya. Tidakkah ia malu atas tindakannya? Jika gurunya saja bertindak demikian, bagaimana dengan muridnya? Bukankah guru itu harusnya digugu (didengarkan) lan ditiru (dan diteladani/menjadi contoh yang baik) oleh muridnya? Tapi jika demikian kejadiannya, tidakkah itu menurunkan kredibilitas seorang pendidik di mata publik, anak didiknya, juga di mata bangsa.

Tampaknya membuang sampah sembarangan itu sepele, bahkan sudah menjadi hal wajar di negeri kita tercinta ini. Tapi ketika hal itu dilakukan oleh seorang guru, terlebih dihadapan khalayak umum, agaknya itu menjadi sesuatu yang ‘kurang ajar’.

Bagaimana menurut Anda?

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *