Kasak-Kusuk Pernikahan – Ruang Sederhana

Kasak-Kusuk Pernikahan

Angin, lebaran tahun ini benar-benar banjir undangan. Ya temanku, temannya temanku, temannya teman-temanku, sampai teman yang hampir tak kuingat pun melayangkan kabar.

Tentu, Angin. Tebakanmu benar. Kabar itu pastilah pesta pernikahan. Bukan pestanya yang lebih utama, tapi ke-sah-an ijab qobulnya jelas sudah terikrar -kalau pestanya terlaksana.

Mungkin tahun-tahun lalu pun sama. Bahkan lebih banyak. Tapi baru tahun ini aku lebih peduli untuk menghitung. Jumlah, juga segala yang menyelimuti pernikahannya.

Selimut itu berupa ‘serasi atau tidak pasanganya’. Istrinya gemuk, kurus, langsing, cantik, hitam, pendek, tinggi, berwajah bulat -oval, lonjong, keibuan, ke-bayi-an (baby face)-, hingga sexy.

Cocok tidak dengan suami yang kekar, lembek, tampan, ganteng, kurus, gemuk, tinggi, pendek, cebol, kulit kering -segar, sawo matang, hitam, coklat-, berambut cepak -pendek, panjang, gondrong, gimbal, keriting, lurus-. Hingga gaya berdirinya, duduknya, bicaranya, makannya, senyumnya, bahkan berjabat tangannya.

Hampir semua tamu undangan akan berbisik: pasangan serasi; wah, sayang sekali, cantik-cantik kok mau sama dia; haduh, alamat makin rusak keturunan; aiiih, pandai kali kau cari istri; dan masih banyak lagi.

Meski mereka bersalaman dan menyematkan doa terbaik, tetap saja bisikan terlontar sebelum atau usai pesta digelar.

Selimut juga berupa ‘berapa mas kawinnya’. Emas berapa gram? Apa saja isi seserahannya: sembako, pakaian selengkapnya, perabot sekomplitnya, rumah, mobil mewah, serta sepasang sapi -kambing atau ayam-? Berapa transaksi tunai dengan orang tua? Atau, jangan-jangan, hanya sajadah dan mukena?

Kau tahu, Angin, di desaku ada satu selimut yang sedang naik daun. Gegara pejabat negara menikahi kembang desa. Mertuanya dijejali sawah, mobil mewah, rumah bak istana, dan segala yang diminta. Orang-orang bilang “sugih dadakan”. Meski ternyata, si kembang desa bakal jadi istri ke-enam.

Benar memang orang tua bilang: segala hal menyangkut pernikahan itu rentan jadi omongan. Jangankan soal serasi atau tidak, lalu berapa gono-gininya. Tentang menu suguhan pesta, dekorasi tempat acara, sampai cindera mata pun bisa dibincangkan.

Itu saja pernikahan normal. Mempelai sama-sama ‘ting-ting’. Lha kalau janda-duda? Apalagi pernikahan terpaksa (lantaran buah cinta sudah diusik tetangga)? Ah, jangan tanya itu, Angin. Kasak-kusuknya makin menusuk rusuk.

Yang pasti, meski tak semua undangan bisa kupenuhi, lubuk hatiku tulus mendoakan: semoga semua pasangan bisa hidup bahagia (dalam ridho-Nya). Itu saja.

Angin, aku semakin takut membayangkan, kasak-kusuk apa yang akan menyelimuti pernikahanku nanti?

Leave a Reply

One Reply to “Kasak-Kusuk Pernikahan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *