Kehabisan Baju – Ruang Sederhana

Kehabisan Baju

Pengen curhat, boleh? Nggak boleh juga nggak apa-apa, toh aku bakal tetep curhat. #edisimaksa

Ceritanya gini, sob. Jam 9 tadi malem, persis jelang mata mau merem, aku terperanjat dan ngedadak panik. Meski mata lelah tubuh lunglai, kupaksai berdiri dan ngobrak-abrik lemari pakaian.

Shit!! Aku baru ingat kalau semua baju “dinas”-ku kotor. Sebulan terakhir ini aku selalu berangkat saat semua anak kos masih lelap, pulangnya jelang mereka tidur. Korbannya ya cucian menggunung.

Sebenarnya nggak masalah kalau hari ini aku free atau hangout sendirian. Tapi yang bikin aku mikir sampai ngegedor semua kamar kosanku itu: hari ini harus ngemsi. Duet pula. Nggak mungkin dong aku bunuh diri kalau kostum aku nggak klik sama partnerku. Nggak lucu juga kalau audience langsung sakit mata cuma gara-gara lihat penampilanku berantakan. Apalagi partnerku udah nyiapin kostum kece, artinya mau nggak mau aku harus menyesuaikan.

Aku mikir bentar. Kemeja pink, sudah dipakai minggu lalu. Kemeja biru muda? Kotor! Cardigan? Sudah dipakai kemaren, bau aceeem! Celana resmi? Baru aja masuk ranjang cucian. Manset hitam? Sama! Kerudung? Habis semuaaaa. Dress? Oh, nooo! Baju lain? numpuuuuk sama kerudung.  Haduuuh!

Tersisa kemeja warna orange cerah, itu pun nggak ada pasangan kerudungnya. Huhf.. Oke, cara tercepat adalah minjem! Lagi pula mau nyuci atau loundry jam 10 malam begini tetap nggak akan kering sampai besok pagi. Jam 6 aku harus cuussss.

Pintu pertama yang kuketuk, jelas, kamar sebelah. To the point, minjem baju. Meski sempat ragu karena ukuran badannya jelas lebih besar dan lebih tinggi, yakin saja. Toh, aku ini “kalung usus” (sok pede!). Pakai baju apa pun cocok, bahkan baju yang guede-guede punya si mbak juga selalu pas di badanku.

Penghuni kamar sebelah dengan sigap mengubek seisi lemari, mencari mana yang kira-kira cocok denganku. Kaos motif hati warna-warni, kelihatan lucu, tapi aku jadi unyu bingitzzz. Coba kemeja kotak, kegedean booo! Baju sifon warna orange soft, ada burkat putih dan lengannya corak bunga kecil warna-warni. Cantiiik dan elegan! Sayang, lingkar bahu dan badan agak kedodoran. Wajahku tenggelam.

Diakali pakai sabuk senada sampai blazer, tetap saja jelek. Huhf.. Mentok. Mana partnerku ngasih pilihan paduan biru dongker atau merah. Aku bukan hanya harus dapat baju yang pas di badan, tapi juga serasi sama pasanganku. Sempurna deh bingungnya.

Tiba-tiba teman dari kamar lain nylethuk: “Teteh punya manset item?”. Punya, tapi di ranjang cucian. “Kalau lengan pendek?”, ada. Di lemari. “Coba ambil!”. Oke.

“Ada blazer putih?”, ada, tapi lengan 3/4. Besok yang dateng para muslimah euy, nggak berani kalau nggak tertutup. “Bisa diakali”. Oke.

Jadilah kucoba. Celana item, manset selutut lengan pendek, blazer putih polos kerutan di bahu, dan kerudung item.

“Wuiih! Cantiiiik! Udah ini aja, teh!”, teriak kawan tadi. Tapi gimana tangannya? Pakai gelang atau jam tangan! Sip. Gelangku putih, jam tangan perak. Klik, deh. Kupilih jam tangan aja. Say no to gelang.

Tunggu. Badanku tampak agak gimanaaa gitu.

“Teteh ada dress kan?”, celetuk kawan yang lain. Ada. Pernah dipakai ngemsi sekali doang. “Coba ambil!”, buat apa? “Coba dulu aja,” wajah anak satu ini masih penasaran sama penampilan yang lebih kece.

Kuambil, kutunjukkan ke mereka. “Naaaah! Ini aja teteeeeh! Kenapa nggak dari tadiiiii?” teriakannya sampai ke lantai satu.

“Enggak, ah. Aku nggak pernah pakai dress kalau nggak terpaksa banget. Nanti aku jadi mirip cewek, eh, mirip wanita.”, gerutuku.

“Loh, kan ini acaranya juga banyakan cewek, muslimah pula! Pas atuuuh”, dia keukeuh. “Udah dicoba dulu aja. Teteh nurut aja pokoknya.”

Dan, aku cuma bisa nurutin apa kata mereka. Pasrah. Siapa tahu memang ini baju lebih klik sama partnerku.

“Taraaaaa…”, mereka kompak teriak. “Teteh cantiiiik.. Udah ini aja pokoknyaaaa!”. Dan aku tersenyum getir. Besok harus jadi wanita. Sejujurnya aku kurang suka dengan baju “mewah” (meski harganya murah) macam dress ini. Entah karena ribet untuk jalan (takut kesrimpet) atau karena aku harus memakai high heels segala. Nggak lucu dong kalau aku pakai sepatu balet.

Meski sedikit keki dengan pilihan mereka, aku menyadari satu hal.

“Kadang apa yang kita cari ternyata sudah kita miliki, tapi kita menganggap itu kurang berharga dan kurang pas, hingga terlalu sibuk mengubek-ubek hal di luar diri kita.”

 

Well, segini dulu curhatku. Apa kamu pernah ngalamin hal serupa?

 Oya, ini hasilnya, :)

MC FLPJ with Aji 2
I and my partner

Leave a Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *