Puisi – Page 5 – Ruang Sederhana

Ramadhanku

Inilah ramadhanku

Ramadhan penyambut tangis pertama

Ramadhan saksi namaku baru tercipta

Ramadhan bukti juang jantungku berdetak

Ramadhan, yang menguati

Yang membisiki

Yang menyinari

Keyakinan napas Ilahi

 

Inilah Ramadhanku

Ramadhan, bulan kelahiran

 

(19 Ramadan, 13 Maret)

Tangis-Karya

Jika boleh aku menangis,

Mungkin berpuluh ember akan penuh

Tapi itu takkan membunuh peluh

Pun tak membuatku lebih bermakna

(06.08.13, 16:07)

 

Kau bisa memberhentikanku,

Tapi karyaku takkan berhenti mengguncang dunia.

(06.08.13, 10: 03)

Sayonara

Sayonara,

Tak mengapa senyap menggelayuti malam ini

Dan, malam-malam yang tak lagi berhati

Tak peduli jutaan kaki memisah kita

Asal sapa dan romanmu tetap berkicau

Dan, kubisa dengar itu

Hanya saja, satu sesalku

Aku tak bisa mendekapmu dengan jarak sejauh itu

Karenanya ijinkan kutebus detik ini

Detik detak jantungmu masih membisu di depanku

Reka Rasa

Reka rasa apa lagi yang harus kurajut?

Kelu, sendu, atau beku?

Ah.. Mana Kau peduli kicauku

Toh, sejengkal pun Kau tak mau tahu

Kecuali satu: egomu

Sepi

Aku percaya tak ada hari senyaman itu,

Hari saat Kau duduk manis di sisi

Aku yakin tak ada hari seindah itu,

Saat Kau tawari sekembang senyum berlesung pipi

Begitu pun malam,

Ia selalu berdendang tiap Kau datang

Tapi kini tinggal sepi

Tanpa sapa, tanpa asap

Bahkan aroma tubuhmu pun tak berbekas lagi

 

 

Jeda

Beri aku jeda, Tuhan

Uji-Mu teramat bahagia mendekapku

Bertubi,

Lagi,

Dan lagi

Hingga aku tersengal berkali-kali

Kumohon, berilah aku jeda

Walau hanya senapas saja

Jejak Sesak

Merayapi jejakmu memang menyesaki air mata

Bukan karena jejakku tak lagi tertinggal

Tapi jejaknya, jejak sosok yang membenciku itu

Masih membersamaimu saban tapak

Harus bagaimana aku?