Puisi – Page 6 – Ruang Sederhana

Hujan Menyala

Kubaca hatimu dari sebalik embun jendela

Redup,

Hatiku tertinggal pada hujan kemarin

Sekira begitu bisik hatimu

Tak banyak sahutku

Tak lebih dari senyum

Senyum hujan yang telah meresap

Mengalir hingga ujung samudra

Lalu menguap, menggumpal di awan

Tersapu angin dan kembali jatuh

Menjadi hujan

Bagian mana yang tertinggal?, kubalik bertanya

Bukankah siklus hidrology membuat hujan terus jatuh?

Seperti hatimu yang terus menyala, disini

Di hujan kemarin, esok, hingga…

Waktu tak mampu lagi menerka

 

Peri Keteduhan

Kecipak mungilmu mencuri naluriku

Duhai, Peri

Tampan dan memesona

 

Seraut manis romanmu berkisah

Jangan sedih, aku terlahir untuk menjadi pelangimu

Tanpa suara

 

Dan, kuterpaku

Tertunduk malu

Jemari indahmu menggemulai

Mengajakku merabai alam barumu: dunia

Riang,

Tapi penuh keteduhan

 

Berjanjilah membersamaiku hingga dunia melepasku kembali

Lirih jantungmu berdegup

Menggenggamku

 

(17 Ramadan 1434 H, 1432 WIB)

 

Haru

Haruku membiru

Menyulap riak cemburu mengembun

Sejuk

Menyublim warna hari

Menepi emosi

Disini, di palung hati

Aku katakan semua baik-baik saja

Pilu Tulangku

Inginku pergi darimu, Salju

Dari kebekuan yang lelah

Menggerogoti pilu tulangku

Sama

Lelah kubilang begini

Rautmu tetap sama

Belamu tetap sama

Dia,

Dia yang bermanja di ketiakmu

Dia yang Kau puja bak Putri Salju

Dan aku,

Selamanya tetap sama,

Selalu salah

Seutuhnya

Misteri Puisi

Harus bagaimana lagi logikaku?

Ini sudah, itu sudah

Semua sudah

Harus bagaimana lagi terkaku?

Ini sudah, itu sudah

Semua sudah

Tapi tetap saja buntu

Tetap saja bisu

Tuhan, misteri puisi macam apa ini?