Kau

Ah, Kau!

Lagi-lagi, Kau!

Tak bisakah Kau enyah?

Sejenak saja

Sekejap mata tak apa

Sekadar memberiku jeda

Barang senapas

Ya, cukup senapas

Huhf…

Sekiraku bisa mengencangkan tali & nyali

Puisi Mati

Ak tahu Kau benci

Sangat benci

Bahkan semua hal terkait namaku, hidupku, keberadaanku

Semua Kau benci

Tapi pernahkah Kau dengar nuraniku?

Nurani yang selalu Kau labeli:

œBerdusta, nista, dan harusnya tak pernah ada

Pernahkah Kau mau tahu kejujuranku?

Kejujuran yang selalu Kau caci:

œBulshitt!

Pernahkah Kau mau mengerti siapa aku?

Aku yang selalu Kau doai:

œMati!!!

Maka sebelum aku benar-benar mati,

Biarkan ku bertanya, Bulan

œApakah burukku hanya di bola matamu?

 

#CelotehDamae, 31/5/13

Puisi Lelah

Lelah

Aku lelah

Lelah aku

Aku lelah aku

Lelah

Aku lelah

Lelah aku

Lelah aku lelah

Aku

Lelah

Dingin itu..

Dingin itu.. Saat Kau bergumam Hmm

Dingin itu.. Saat Kau mengulum senyum, memaling roman, dan berkedip sesekali

Menghempus napas, lalu gelisah

Kau menata mimik untuk memulai

Memulai rajutan kata yang,

Berat dan setengah memaksa

 

Dingin itu.. Saat Kau hempas asa ke ufuk barat

Saat Esok tak lagi bergairah

Bahkan Kau gugat hari, menatih cercaan tak bermartabat

Menyeretnya hingga ulu hati

Sekali lagi Kau bergumam Hmm

Lalu tak sengaja menyeka air mata

 

Dingin itu.. Saat senyummu tak bernyawa

Ruh cinta tertanggal di kelambu merah

Jendela seketika membuatmu betah

Mematung dan mengosong tatap

Ke arah yang tak mampu kuterka

Kau menyebutnya Rahasia Pria

 

Dingin itu..

Ah..

Kau lebih tahu,

Betapa hatiku merenda rindu setiap waktu

Membalikkan Dingin itu..

Dingin yang tak pernah kurela menyelimutimu

 

–dunia damae, 31/3–

Pulang Bawa Piala

Dalam diam aku resah

Tiap  langkah kumendesah

Penuh harap

Tegap, mantra ini tak henti terucap

 

Degup hati kian kencang

Di nadi dan sekujur aliran darah

Tarik keluar napas, berat

Bahkan jantung pun bak genderang pecah

Aku sungguh merasa apa yang kalian emban

 

Tapi percayalah, sayang

Kalian BISA!

PULANG BAWA PIALA

 

Puisi ini dipersembahkan untuk segenap pejuang MALHIKDUA dalam perhelatan LOMBA ICT Nasional di UIN Malang, detik ini (27/2/2013)

Ingat Itu!

Bolehlah kusebut ini kesal

Bahkan bisa jadi ini sial

 

Huhf

Biarkan kumenghela napas, sejenak

 

Keperingatkan sekali lagi,

Ini terakhir kali

Sayang itu bukan perkara bibir

Bukan kata yang diucap untuk dilupa

Tapi bagaimana sikapmu menjaga rasa Sayang itu

Menjaga hati dan segala janji

Ingat itu!

Tak ada selainnya

Jangan tanggalkan rasa

Sepenat apa pun

Karena aku hadir bukan untuk memaksamu berpaling

Dari sederet deadline di meja kerjamu

Aku hanya ingin menyeduhkan teh

Memijit pundak, dan menemani jemarimu menari

Percayalah,

Aku hadir hanya untuk itu

Tak ada selainnya