Puisi – Page 9 – Ruang Sederhana

DARE TO INSPIRE

Hari ini aku kembali bermimpi

Ditengah hamparan asa dan dentuman perang

Hari ini aku kembali menata hati

Menata setiap tatap dan jengkal puisi

Menata, apa yang kubilang susah

Menata, apa yang kubilang mudah

Tubuhku bergetar dalam bungkam

Kudukku berdiri dalam duduk

 

Ini lebih dari perjuangan, kawan

Ini lebih dari tekad

Ini lebih dari apa pun

Ini inspirasi

Ini menginspirasi

Ini wujud berani dan yakin

Aku Siap!

Kataku ini angan balita

Lima tahun lalu aku menggores satu lekuknya

Kejam

Terseok alur kisah yang tak tertebak

Tapi bagiku roman angan tak pernah pudar

Liuknya tak bertepi juga berujung

Ia histori

Ia abadi

—-

Biarkan aku tetap merenda angan itu, kawan

Ia napasku

Ia…

Ah, memang ini berat

Kadang ilusi

Tapi aku siap berhenti

Berhenti merasa takut

Aku siap, mencumbunya: keberanian dan keyakinan

Disini, di urat darahku

*sejumput asa di bumi perjuangan, 2013

 

 

 

Kata Kereta

Penjaja Hati

Aku terbungkam diantara riuh bersahutan

Saling berebut lihat dan dengar

Menjaja nasi rames, es teh, snack, koran, tas, baju, aksesoris, dan 

Hampir semua barang dipasar bisa kutemui disini

Ada satu dua menepi

Bertawar manis dibalik senyum sinis

Meski masih ada sejumput   asa nan jernih

Terbalut ratap dan murni ucap

Kuhanya merhati

Dari ujung kaki: celana cutbray, kemeja lusuh, kaos katun, kerudung langsung;

Ada pula yang bersolek memantas diri

Menggendong, menjinjing, memikul, bahkan memeluk semua yang dijaja

Dari gerbong kepala hingga ekor

Ribuan kali saban hari

Hanya disini, kereta ekonomi

Tapi satu tanyaku, adakah penjaja hati diantaranya?

 

Belahan Jiwa

Kursi 18A, tiga gadis berambut ikal berpose manis dengan tutup mata

Dua nomor setelahnya pun tak beda

Belakangnya, riang berceloteh ditemani seduan kopi

Samping kanan, autis bersama gadget terbaru merk negara tetangga

Sedang aku, 4 langkah darinya, menanti sepucuk sapa dari belahan jiwa

Adakah dia dengar?

 

Kereta Kutojaya Selatan, 2013

Bumi Damai

Sakit, Dandelion

Sakit…

Sakit sekali

Hanya itu yang kutahu

Itu yang kurasa

Itu alami, Dandelion

Sakit…

—-

Aku memang bodoh

Aku memang buruk

Aku memang hancur

Aku memang tak pantas untuknya

Aku tak pantas…

Bawa aku pergi, Dande

Bawa aku pergi dari kesemuan ini

Semu yang menyakitkan

Semu yang menghancurkan

Semu yang pasti telah menamparku, lebam

Ya, lebam sekujur tubuh

Dia pengkhianat, Dande

Dia biadab!

Dia pecundang!

Dia…

Dia hanya pembawa malapetaka

Kesialan

Kenistaan

Dia jahat, Dande!

JAHAT!

Andai aku bisa mengutuknya

Andai kubisa

Pasti kujadikan dia kayu bakar

Kulempari api

Biar hangus selamanya

Biar rasa betapa tidak berharganya dia

Biar tahu

Aku bukan robot yang dicipta untuk dihancurkan

Sayang, Dande

Aku tak berdaya

Aku tak bisa apa-apa

Bahkan mengusap air mata pun

Sudah beku rasanya

Aku ingin pergi, Dande

Bawa aku pergi

Kemanapun…

Asal damai

Asal damai, Dande

Tanpa bayangnya lagi

 

 

 

Kita = Bersama

gandenganJika kehadiran menjadi kado termahal

Biarlah kuganti dengan segenap pengertian

Jika kebersamaan menjadi sepenggal impian

Ijinkanku menyemai cinta tanpa kehadiran

Kasih, bersama bukan jaminan mencintai

Bersama bukan berarti memiliki

Bersama bukan perkara aku-kamu dalam satu ruang & waktu

Bersama bukan sekedar tatapan dan pelukan

 

Lebih dari itu, kasih

Bersama adalah kolaborasi: pikiran, perasaan, dan kenyataan

Bersama adalah penciptaan kesempatan

Menjadi sebenar-benarnya kita yang saling memberi rasa

Ada dirimu dalam diriku

Ada diriku dalam dirimu

Saling melengkapi dan menggenapi: Kita

Dimana, Angin?

alone1

Cerita itu
Cerita setahun lalu,
Kau bilang hanya prolog

Cerita itu
Cerita semasa bukit bintang berdendang mesra
Kau bilang masih ribuan sekuelnya

Nanti saja di penghujung jalan
Alihmu menyakinkan

Namun rotase bumi berkehendak lain
Kau menghilang tanpa jejak
Perlahan, mengubur tiap kesemuan
Bahkan angin pun tak berhasil mengintip senyummu

Salahkah jika bola mataku terus mencari?

Entah…

Satu jujurmu yang tak terlupa
Aku tak punya alasan tuk membunuh rasa sayangku padamu

Masihkah kau ingat itu?

Kado Tak Sampai

Deru pantai setengah berbisik

Seperti biasa, mengajarkan arti kehidupan

 

Sembari berkecipak birunya air,

Aku tertegun

 

Hari ini kukabarkan padamu, wahai sahabat

Ia berucap pelan

 

Delapan kado yang tak bisa dibeli

Lanjutnya

 

Delapan kado yang hanya bisa datang dari dasar jiwa

Wajahnya serius, sembari menatap senyum mentari di Timur sana

 

Ialah Kehadiran

Karena kehadiran pembawa kebahagiaan

 

Ialah Mendengar

Karena perhatian akan tuturnya

Membuatmu sabar dan rendah hati

 

Ialah Diam

Dalam diam ada kekuatan

Karena diam menjadi bukti cinta atas pemberian ruang

 

Ialah Kebebasan

Mencintai bukan berarti memiliki dan mengatur

Maka memberi kebebasan adalah percaya dia mampu memenuhi keputusannya

 

Ialah Keindahan

Menjadi pribadi yang indah dan mengindahkan dia

Sungguh tak terupiahkan, meski itu sederhana

 

Ialah Positive Thinking

Karena ucapan terima kasih, maaf, dan pujian

Seringkali terlupakan

 

Ialah Kesediaan Mengalah

Karena bersedia mengalah kan lunturkan sakit hati

Juga meyakinkan diri adanya ketidaksempurnaan insan

 

Ialah Senyuman

Karena ia pencerah suasana muram

Pemanis wajah nan masam

Asal tulus

Sepele bukan?

 

 

—bersambung—